Sabtu, 21 September 2019

CERPEN


Cinta 5%

Plak!!! tamparan dahsyat mengejutkan Lutfi yang sedang asyik bercengkrama dengan kekasih barunya dikursi taman.

"Dasar Playboy!"  seorang perempuan cantik menampar begitu keras. Lutfi terbelalak. Banyak pasang mata  memerhatikan. Berdiri menatap penasaran.

"Asal lu tau aja ya, Si Kaprut ini tuh cowok gua!" menunjuk ke arah perempuan disamping Lutfi yang hendak membetulkan posisi duduk.

"Lu bener-bener gak punya hati tau gak!" salah satu temannya membela. Lutfi terdiam.

"Bener yang dikatakan dia?" perempuan disamping Lutfi bertanya dengan suara sedikit tercekat. Lutfi menelan ludah. Ia memutar otak untuk mencari alasan yang tepat.

"Enggak bep. Dia tuh mantan aku." Lutfi membela diri.
"What? mantan?!" Sela melotot.

"Wah gak bisa dibiarin nih." Sela memalingkan wajah. Tanpa pikir panjang Sela menjambak rambut Lutfi. Tubuhnya dihujani pukulan bertubi-tubi.

Sela memang terkenal dengan pukulannya yang bisa meruntuhkan susunan tulang manusia. 'Gadis besi'. Begitulah teman se-kampus menyebutnya. Tak heran jika ia hebat dalam pertarungan sekalipun. Dengan susah payah Lutfi menjelaskan. Namun, tak ada yang mendengar. Semakin banyak kalimat yang diungkapkan_semakin membuat amarah dua perempuan itu meledak. Lagi-lagi ia tidak berhasil membela diri. Orang-orang tertawa menyaksikan kejadian itu. Perasaan malu Lutfi lebih mendalam dibanding rasa sakitnya. Lutfi mencari jalan agar bisa lolos dari cengkraman mereka.

"Oke. Oke. Gua jelasin. Kalian tenang dulu oke." Lutfi berusaha menenangkan. Lutfi terdiam_dadanya naik turun tak karuan.  

"Gua tuh sebenernya..." Tanpa melanjutkan kalimat selanjutnya_dengan cepat Lutfi berhasil lari. Mereka mengejar. Lutfi menambah kecepatan.

Dilihatnya kerumunan orang yang hendak melaksanakan shalat dzuhur_ di Mesjid An-Nur. Tanpa ragu lagi ia pun masuk. Namun, ia tidak menuju ke barisan laki-laki. Dengan sengaja ia mengenakan mukena yang tergeletak dibarisan perempuan paling belakang. Untung saja saat itu para Jemaah sedang mengambil air wudhu ia bisa leluasa memakainya. Setidaknya ia bisa mengelabui perempuan-perempuan yang dilanda kemarahan itu. Lutfi menghela napas lega.

"Fyuh…gila tu cewek sadis amat. Bisa penyok muka gua." Dengan napas sedikit tersenggal. Lutfi membenarkan posisi duduknya agar tampak seperti kaum perempuan yang lainnya. Dari arah belakang terdengar langkah pelan menghampiri.

"Maaf mbak itu mukena saya" seorang perempuan berhijab dengan sopan meminta. Dengan cepat Lutfi menoleh.

"Perempuan gila itu masih ada gak mbak?" tanya Lutfi cemas.
"Astagfirullahaladzim!" Perempuan itu terkejut.

"Yaelah malah istighfar. Dikira gua setan apa. Nih mukenanya." Tanpa permisi Lutfi beranjak. Perempuan itu mengangguk ragu. Raut wajahnya menyisakan keterkejutan yang luar biasa mengetahui bahwa ia seorang laki-laki.

Esok hari. Lutfi berkumpul bersama temannya ditempat biasa. Sebuah kedai kopi yang lumayan jauh dari kampusnya. Berkali-kali ia bolos kuliah. Ia hanya sibuk mencari wanita untuk dipacari. Kapan kebiasaan buruk Lutfi akan berakhir? Entahlah. Sudah hampir 6 tahun kuliah S1 nya tak kunjung usai. Ayahnya yang seorang Hakim harus menanggung malu.

"Kayaknya lu butuh bini. Biar idup lu rapi. Haha..." salah satu temannya menyarankan.

"Somplak lu! Kuliah aja gak tuntas-tuntas gua."

"Mau sampe kapan? sampe kakek gua bangkit dari alam kubur?." cela Beni.

"Gimana mau tuntas. Di otaknya cewek mulu." Sandi menambahkan. Menggelegarlah tawa mereka.

"Lu pada gak usah munafik. Eh lu pasang telinga bae-bae ya. Pacar itu sama dengan musik. Tanpa musik lu gimana? Sunyi, hening bro gak seru. Bener kan gua?"

"Tapi cewek lu kebanyakan"

"Cuma 5 doang gak banyak kali. Eh lu liat dong tampang gua seganteng siapa? Charlie put aja dibawah standar gua." Menunjuk ke arah wajahnya yang masih lebam. Temannya hanya tertawa kecil.

"Asal lu tau aja ya shalat wajib aja ada 5. Pancasila juga 5. Nah, itu. Wajib juga hukumnya orang ganteng kayak gua punya pacar 5. Ia gak? Haha..." Lutfi tertawa puas.

Mereka saling menatap. Beno mengerutkan dahi. Sandi menepuk jidat. Diangkatnya bahu sebagai tanda rasa tidak mau tahu.

Dua minggu kemudian.

Sore itu matahari benar-benar kalah bersaing dengan hujan. Mengguyur begitu derasnya seperti ditumpahkan. Semesta pun ikut serta merasakan keganasan petir yang menyambar. Angin pun tak mau kalah. Menerobos masuk kesetiap pori-pori tubuh seorang perempuan berhijab yang tengah berdiri didepan perpustakaan_menunggu hujan reda. Ia mendengus pelan dan melipatkan tangan. Dilihat jam tangan putih miliknya menunjukan pukul 17:45. WIB. Ia tidak bisa menunggu lebih lama. Dengan terpaksa ia melangkahkan kaki hendak mencari angkutan umum. Namun, belum lama ia berjalan dihadapannya terlihat Lutfi mengangguk-ngangguk mendengarkan musik diponselnya. Sesekali ia menggerakan tubuhnya mengikuti irama. Perempuan itu tertawa geli. Lewat tanpa melirik Lutfi sambil memegang jilbabnya yang berkali-kali diterpa angin.

"Woi Mbak." Panggil Lutfi.

Perempuan itu menoleh. Lutfi terpesona melihat kecantikannya. Bola mata yang hitam legam terpasang begitu indah dengan pipi kemerah-merahan.

"Ya salam cantiknya." Lutfi terperanga.

Perempuan berhijab itu menoleh.

"I..i..ini…gantungan kuncinya jatuh." Kata Lutfi gugup sambil menyodorkan gantungan kunci yang bertuliskan I love Allah. Dengan ragu perempuan itu mengambilnya.

"Terimakasih." Jawabnya santun.

"Iya mbak sama-sama." Lutfi menggoreskan senyuman maut andalan untuk menggaet hati wanita yang menjadi targetnya.

"Saya permisi. Assalamualaikum." Perempuan itu melangkah pergi.

"Eh mbak! Namanya siapa?"

Tak ada jawaban. Perempuan itu masuk kedalam angkutan umum. Lutfi menunjuk ke arah perempuan itu.

"Itu? Kayaknya gua pernah liat."

Diacaknya rambut yang basah kuyup terkena hujan.
"Hemmm...kayaknya saran si Beni oke juga. Gua harus punya bini. Nah, perempuan itu akan gua jadiin istri pertama. Kalau gua mau poligami pasti diizinin. Solehah kan dia. Haha..." Lutfi tertawa licik.

15 menit kemudian ia sampai dirumah. Berganti pakaian_mengangkat  ponselnya _mencari informasi tentang perempuan itu. Usahanya gagal. Tak ada yang mengetahui siapa perempuan itu.

"Gua harus cari langsung."

Semangat 45. Itulah yang dirasakan Lutfi. Menancap gas mobil_ mencari dengan teliti. Usahanya berhasil. Ia menemukan perempuan itu disebuah kostan putri hendak membeli sate. Mengenakan jilbab biru tua dengan dress panjang melekat ditubuhnya yang ramping. Lutfi menghampiri.

"Hay." sapa Lutfi sumringah.  Menampilkan sisi so ganteng dengan tangan yang masih didalam saku. Perempuan itu tersenyum lembut. Temannya menyikut memberikan kode pertanyaan.

"Em anu gua...eh maksud saya…saya mau minta maaf." Lutfi tersenyum.
"Untuk apa?"

"Kejadian  tempo hari itu"

Perempuan itu menebak-nebak.

"Dimesjid, mukena…ya itu." Lutfi mulai canggung.

"Em...itu iya gak papa." Jawab perempuan itu singkat.

"Sekali lagi gua minta maaf." Lutfi menyodorkan tangan bermaksud untuk bersalaman. Perempuan itu menyambut salamannya tanpa bersentuhan. Lutfi menjadi salah tingkah.

"Em…BTW nama kamu siapa?"

"Nama saya..." belum selesai menjawab Ibu kost memanggil. Menyuruhnya untuk segera masuk.

"Maaf. Permisi. Assalamualaikum." Sambil menutup pagar.

"Hem? Eh…eh…tapi..tapi..arrgh sial!" Lutfi membanting kaleng dengan keras.

Setelah pertemuan singkat itu Lutfi tak pernah lagi menjumpai perempuan itu. Ia semakin tertarik dan penasaran. Berhari-hari Lutfi mencari keberadaannya. Karena, terlalu sibuk mencari perempuan itu Lutfi tidak lagi memerhatikan ke-5 pacarnya itu. Entah berapa ribu panggilan. Lutfi tak peduli. Belakangan ini Lutfi sering mengunjungi mesjid An-Nur. Ia sangat malu atas kejadian waktu itu.

"Bodoh!" Lutfi menyalahkan diri.

Beberapa orang ditanyainya. Tapi, tak kunjung menemukan jawaban. Ibarat kutu boleh ditelisik. Rasa penasaran itu berubah menjadi cinta_sebuah cinta yang menggila. Entah berapa ribu orang ditanyai.

Lima bulan lamanya ia terus menanti kehadiran pujaan hati. Bayang-bayang sepanjang badai. Ia tidak bisa melupakan perempuan itu.

"kakak nyari siapa sih? Tiap hati kesini" tanya gadis kecil mengejutkan Lutfi.

"Kakak sedang mencari bidadari berhijab."

Gadis kecil itu memasang raut wajah kebingungan.

"Huooo...itu soal gampang kak, syaratnya kakak harus meninggal dulu. Baru deh ketemu." Gadis kecil itu menyarankan.

"Yaelah ni bocah. Kakak lagi nyari perempuan cantik, solehah yang sering shalat disini. Ditasnya ada gantungan kunci bertuliskan 'I love Allah' adek tau gak?"

"Oh." Jawabnya singkat.

"Eh dasar lu bocah ya. Buang waktu aja." Lutfi melangkah pergi.

"Aku tau kok dimana kakak itu"

Lutfi berbalik kembali menghampiri gadis kecil itu.

"Adek manis tau?"

"Tau"

"Dimana?"

"Gak mau ngasih tau"

"Loh? Kenapa?"

"Kakak orang jahat. "

"Ya salam ni bocah bener-bener ya." Lutfi memalingkah wajah.

"Oke adek manis yang cantik kakak minta maaf. Nah, sekarang dimana dia? ayo katakan nanti kakak beliin ice cream mau kan?"

"Gak mau! Bosen!"

"Hah? Ssyiit" Lutfi kesal.

"Aku akan kasih alamatnya kalo kakak bisa baca doa sebelum tidur"

"Hah? Yaelah haha...Eh dek ngeledek?"

"Enggak, ayo baca"

"Iya iya. Allahu...ma..laka..laka..sumtu...kelanjutannya apa ya? lupa gua"

"Udah kak jangan dilanjutin".

"Kenapa?"

"Doanya salah."

"Hah? Cape-cape gua mikir salah."

"Hemh...ya udah ini alamatnya." Tangan kecilnya mulai menulis.

Gadis itu memberikan alamat kepada Lutfi. Dengan cepat Lutfi menjalankan mesinnya. Dua Jam berlalu, tetapi ia belum menemukan titik temu.

Semilir angin timur seolah-olah memberikan isyarat untuk menunjukan keberadaan perempuan itu. Dilihatnya sebuah bangunan sekolah dasar yang belum usai, jendela-jendela yang masih tanpa kaca, pintu-pintu belum terpasang, lantai yang masih beralaskan tanah. Langkah kakinya terdorong untuk masuk ke dalam ruangan kelas yang tampak lengang. Ia terduduk lesu. Luthfi menyerah.

"Ya Tuhan sesulit inikah? Gua cuma mau tau namanya aja susahnya minta ampun dah. Apalagi ketemunya? Badan gua udah ringsek gini juga. Please Tuhan bantu gua. Gua janji dah gua bakalan tobat kalo gua berhasil dapetin tu cewek." secara spontan lutfi mengucapkan kalimat itu. Tangannya memukul dinding yang kokoh.

"Assalamualaikum. Permisi.Ada yang bisa saya bantu?"

Dengan cepat Lutfi menoleh. Ia terkejut melihat perempuan yang dicarinya berdiri tegak disamping. Dengan sigap ia berkata. Berdiri dengan percaya diri.

"Aku ingin melamarmu."

Perempuan itu mengerutkan dahi. Perempuan itu terdiam sejenak.

"Aku bukanlah orang yang setia dalam satu cinta" Jawabnya lembut.

Lutfi melongo.

Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Masa cewek solehah doyan poligami?" Gerutunya.

"Gua bersedia dipoliandri ." Jawab Lutfi sigap.

Perempuan itu tersenyum.

Yaelah...tadinya kan gua yang mau poligami, ini? Malah gua. Ucap Lutfi dalam hati.

"Maksud cinta saya terbagi-bagi yaitu, cinta untuk Rasulullah, cinta untuk Al-Qur'an, cinta untuk orangtua saya, Hanya sekitar 5% untuk hamba-Nya. Karena, cinta kepada Allahlah yang tak bisa saya bagi dengan apapun dan siapapun."
Jawab perempuan itu dengan penuh keyakinan. Lutfi tercengang, tertunduk malu.

"Kalo gitu kita ta'arufan aja. Ayolah gua akan berubah demi lu. Lu bakalan beruntung dapetin cowok setampan gua."

"Datanglah kerumahku, bicaralah pada ayahku" kata perempuan itu.

"Oke" Lutfi mengikuti langkahnya dari belakang.

Tidak membutuhkan waktu lama sampailah Lutfi dirumah perempuan itu.

"Silahkan duduk" Perempuan itu mempersilahkan Lutfi duduk dikursi luar. Perempuan itu hendak memanggil ayahnya.

"Gua mesti ngomong apa sama bapaknya? Gua kan mau nikah sama anaknya, kenapa mesti ngomong sama bapaknya dulu?"

"Ohok..ohok..."batuk ayah perempuan itu mengejutkan Lutfi.

"Ada perlu apa nak?"

Lutfi menoleh. Menatap sosok didepannya.

"Oh my god dosen pembimbing gua." Lutfi keceplosan.

"Kenapa nak Lutfi?"

"Em hehe..enggak pak ah sibapak" Lutfi berusaha mencairkan suasana.

"Denger-dengen nak Lutfi ini mau ngelamar putri bapak begitu?"

"Ohok..ohok.." Lutfi terbatuk.

"Rupanya batuk saya menular ya"

"Enggak pak. Em hehe...i..i..iya pak saya ma..ma..u ngelamar putri bapak" jawab Lutfi gugup.

"Boleh saja" jawab ayah perempuan itu santai.

"Serius pak? yeah! Bapak memang tidak salah pilih mantu pak. Choise is true pak. Haha..." wajah pongahnya kembali bersinar.

"Tapi..."

Tawa Lutfi terhenti.

"Loh kok pake tapi segala Pak? Pak saya bisa bahagiain anak bapak dengan uang saya. Tenang aja."

"Bahagia tidak selamanya bisa didapatkan dengan uang Lutfi"

"Lalu? Saya mau ta'aruf Pak bukan pacaran"

"Sebelum berta'aruf dengan putri saya, sudahkah nak Lutfi berta'aruf

dengan Allah?"  

"Oh itu si udah Pak. Hehe"

Ayahnya menghela napas.

"Saya akan terima kamu sebagai menantu saya jika..."

"Ya ampun pak ada syaratnya?" Lutfi memotong perkataan dosennya itu.

"Saya akan terima kamu menjadi menantu saya jika kamu sudah lulus S3"

"Hah?! S3? ya ampun Pak…Pak.. ketuaan kali Pak"  

"Shalatmu, sikapmu dan sekolahmu nak Lutfi" jawab ayah perempuan itu bijak.

Lutfi tidak bisa berkata lagi. Ia tertunduk. Usahanya kali ini tidak berhasil. Dibalik kaca jendela_tidak sengaja ia melihat foto wisuda perempuan itu, bertuliskan 'Sabila Raudhatul Jannah' lulusan terbaik universitas Al-Ahzar Kairo. Akhirnya, Lutfi mengetahui nama pujaan hatinya itu. Lutfi tertunduk malu. Ia menyadari betapa bodohnya ia selama ini. Lutfi semakin bertekad untuk berubah demi cinta yang ingin dimilikinya.

#KMP2SMI

#KOMUNITASODOP

#ODOPBACTH7

8 komentar:

  1. lutfi polos amat siih hehe ... jdi gmna nih , mau berubah gak dia hehe di tunggu ah

    BalasHapus
  2. Yaa Allaah... tth kata tmn ulfah knapa gk bikin buku aja?😃😃


    Inimh udah AMAZING PISAN...subhaanallah menghibur, menginspirasi, dan mendidik...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin say ya Allah doakan sja yaa. Makasih udah Baca hiii

      Hapus
  3. Nasiib nasiib... sabar ya mas Lutfi 😂 semoga cepat berubah dan bisa melamar pujaan hatinya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aihihi aamiin kak hihi duh Mas luthfi. Maksih kak udah mau mampir hihi.

      Hapus
  4. Yupz,,, kapan sy bisa nulis cerpen yaa,,, cerpennya keren bingit

    BalasHapus
  5. Keren cerpennya kak.. #salamsemangat

    BalasHapus

ULASAN CERITA PENDEK KAMAR MANDI MERTUA A.    ORIENTASI Cerita pendek yang berjudul Kamar Mandi Mertua merupakan maha karya yang ...