Senin, 30 September 2019


Tersumbat Mantan

TULISAN INI AKAN DIBUKUKAN


#KMP2SMI

#ODOBACTH7

#KOMUNITASODOP

#DAY22

Sabtu, 28 September 2019


Daur Ulang Mantan

Bagiku mantan bukanlah sesuatu yang mengerikan. Mantan bisa menjadi motivator. Seperti halnya aku yang menjadikan mantan sebagai tolak ukur kesuksesan.  Bukannya aku tidak bisa move on, hanya saja aku mengambil sisi positif dari seorang mantan yang sering kali dihempaskan. Setidaknya melirik secercah kebaikan mantan. Menghindari kebencian yang berlebih.

Beruntung. Mantanku seorang hafidz Qur’an. Pribadi dan perangainya pun baik. Ya, meskipun tidak setingkat dengan Taqy Malik. Hafalan Qur’an berhasil mengantarkannya menuju impian. Lantunan merdu sang mantan akan terus terdengar hingga alam semesta tak bersisa. 

Aku tak bisa bohong dengan hati. Tak ada niatan secuil pun untuk kembali, melainkan aku iri dengan keberhasilannya meraih mimpi. Berkah al-Qur’an memancarkan cahaya untuk dia yang tengah meniti tangga kehidupan. Perlahan, iri ku berubah menjadi sebuah motivasi. Setidaknya aku bisa mengejar, melangkah sejajar ataupun berlari melampaui.

Kini ia tengah duduk di bangku Universitas ternama. Mengambil jurusan yang menyangkut agama. Sedikit demi sedikit menuai hasil kerja kerasnya. Air mataku berderai. Puncaknya, putus asa menghajar mimpiku yang tak pernah terbangun.     

Aku tak pernah menyesal sempat membiarkannya singgah, aku bahkan tak enggan menyebut namanya. Karena ku tahu, kesalahan masa lalu tak sepenuhnya ada pada diri yang lugu itu. Di sudut malam, aku memutuskan untuk menegakkan mimpi, mendaur ulang mantan menjadi motivator sejati.
#KMP2SMI
#ODOPBACTH7
#KOMUNITASODOP
#DAY21

Onyet Unyu


Cinta monyet turut melengkapi alur kehidupanku. Kisah percintaan yang menggelitik jika diingat masa kini dengan panggilan sayang yang terkesan ‘alay’. Sudah sepatutnya aku mengucapkan terimakasih kepada facebook yang telah berkenan menjadi saksi. Jempol tangan kananku mondar-mandir di layar digital maha karya Vietnam untuk sesekali menyeret kronologi tahun 2014 untuk mengorek kenangan lama. Ah, itulah wanita. Munculah deretan postingan masa itu.

“Ahaha…gila ih alay banget” Tanganku membanting bantal kesayangan.

Sebuah postingan yang menyampaikan rasa rinduku pada dia. Ya, dia yang sekarang telah menjadi mantanku. Jangan salah, postingan ungkapan rindu sedang hitsnya pada masa itu. Wajar saja anak lulusan SMP, lagi puncak-puncaknya pubertas mulai meniti masa SMA yang sering dianggap masa-masa paling indah rupanya mendorongku untuk menemukan keindahan itu. Yah, apalagi kalau bukan keindahan cinta. Pikirku melayang menuju masa lampau. Masa-masa konyol bersama sang mantan.

   Kala itu, tengah sibuk-sibuknya masa ta’aruf dalam istilah lain Masa Orientasi Sekolah (MOS) di SMA. Dengan malu aku katakan ia jatuh hati padaku. Mungkin saja karena kebetulan kita satu kelompok, ia lebih sering memerhatikanku. Ah sudahlah, selebihnya aku tak tahu.

 Namanya Rikza Septia. Seorang remaja laki-laki berusia lima belas tahun dengan paras yang imut. Benar-benar imut berpadu padan dengan alis hitam tebal serta telinganya yang caplang. Bahkan saking imutnya ketika kita memutuskan untuk jadian aku memanggilnya dengan sebutan Monyet Lucu yang dipelesetkan menjadi Onyet Unyu. Sebuah panggilan sayang yang dianggap mesra pada masa itu. Kalau dipikir-pikir di masa sekarang panggilan itu amat kasar dengan memanggilnya ‘Monyet’. Kocaknya ia pun memanggilku dengan sebutan Kelinci Dekil. Aku tidak tersinggung sama sekali, karena kekuatan cinta buta menutup rapat cacatnya. Tak henti aku tertawa ketika teringat.

Kalaulah masa kini panggilan tersebut masih berlaku, mungkin aku sudah dicap sebagai anak alay 90’an. Namun, aku menemukan hikmah dib alik itu semua, yaitu tentang kelapangan hati. Begitu mudah menerima pandangan jika terselip cinta kasih. Aku meyakinkan diri bahwa panggilan itu akan selalu berkesan sampai tiada hari.   



#KMP2SMI

#ODOPBACTH7

#KOMUNITASODOP

#DAY20

Jumat, 27 September 2019

RESENSI NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN





Judul Buku      : Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Penulis Buku   : Tere Liye

Penerbit Buku : PT Gramedia Pustaka Utama

Kota Terbit      : Jakarta

Cetakan           : 2016

Tebal Buku      : 264 halaman

ISBN               : 978 – 602 – 03 – 3160 – 7



Novel ini menceritakan tentang seorang gadis cantik yang sejak usia dua belas tahun melabuhkan hati kepada seorang malaikat bagi keluarganya. Merengkuh adik dan ibunya dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan sebuah cahaya masa depan yang gemilang. Gadis cantik itu bernama Tania.

Perhatian dan kebaikan yang diberikan oleh Danar_malaikat keluarganya kepada Tania membuatnya semakin terpesona. Decak kagum semakin menggila. Sehingga ia membiarkan perasaannya bermekaran tak tertahankan sejak rambutnya dikepang dua.

Perasaan bersalah mulai timbul. Tania merasa tak layak mencintai malaikat keluarganya sendiri. Meskipun Danar bukan kakak kandungnya, namun ibu Tania selalu menganggap Danar sebagai anaknya begitupun dengan Dede_adik Tania yang selalu memanggil Danar dengan sebutan Oom Danar, seolah-olah memang benar laki-laki berusia tiga puluh enam tahun itu adalah kerabatnya.

Hatinya kembali jatuh terberai ketika Danar memutuskan untuk menikah dengan kak Ratna. Perempuan yang sejak dulu menemani Danar. Tania tak kuasa menahan. Tangisannya buncah. Meskipun ia sering kali diperingati oleh sahabatnya yang di Singapura akan ketidakmungkinan Tania dapat memiliki Danar karena usia mereka yang terpaut empat belas tahun, namun tetap saja Tania memertahankan egonya.

Setelah pernikahan itu Tania memutuskan untuk kembali memfokuskan diri untuk menggapai cita. Ia berusaha melupakan sang malaikat. Namun, setelah ia kembali ke Indonesia hal yang sama sekali tidak ia sangka-sangka dan hampir membuat jantungnya melayang entah kemana, tiba-tiba ia mendapatkan informasi yang seharusnya ia tahu sejak dulu. Sejak Danar belum menikah. Danar mengakui perasaannya terhadap Tania lewat naskah novel yang tidak akan pernah terselesaikan. Perasaan Danar tumbuh sejak gadis cantik itu berusia dua belas tahun di bawah pohon linden. Gadis itu kini genap berusia dua puluh dua tahun.

Akal sehat Tania kembali berfungsi ia tak ingin merusak keutuhan keluarganya. Ia pun memilih untuk pergi dan tak akan pernah kembali.

Tema yang diangkat oleh Tere Liye dalam novel ini yaitu percintaan. Menariknya, novel ini mengambil sudut pandang yang berbeda dari kisah cinta pada umumnya. Isi novel ini tidak hanya mengisahkan cinta si tokoh utama, namun disisipi cerita inspiratif yang dikemas secara apik. Perbandingan yang menonjol dan menjadi ciri khas  novel ini dengan novel-novel bertema cinta lainnya yang lebih mentitikfokuskan pada kisah percintaan, novel ini lebih menuangkan cerita inspiratif, seperti menceritakan keberhasilan Tania yang berasal dari keluarga pinggiran kota menjadi orang sukses hingga manca Negara.  

Penokohan dari masing-masing tokoh digambarkan cukup gamblang oleh Tere Liye. Tokoh utama dalam novel ini adalah Tania dengan menggunakan sudut pandang “aku”. Gadis cantik dengan tubuh proporsional, berambut hitam legam panjang yang memiliki watak ambisius. Terlihat dalam setiap gerak-geriknya yang terkesan kekeh dalam menggapai impian. Tokoh Danar digambarkan sebagai sosok yang memiliki wajah menyenangkan, penyayang, kebaikannya tidak menuntut balas budi. Tokoh Dede_adik Tania, orangnya tampan dan terkadang usil, tokoh Ibu memiliki watak bijaksana, dan kak Ratna memiliki watak penyabar dan penyayang.    

Alur yang digunakan dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin adalah alur mundur. Novel ini mengambil setting masa sekarang (modern) di dua negara yaitu di Indonesia dan Singapura.

Amanat yang terkandung dalam novel ini yaitu mengajak pembaca mengikhlaskan sesuatu tanpa merasa terbebani sedikit pun. Tanpa kebencian. Seperti halnya cinta yang tak harus memiliki karena tidak ada yang sempurna di kehidupan ini.

“Ketahuilah, Tania dan Dede…Daun yang jatuh tak pernah membenci angin…Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya…”  

Sisi menarik dari novel ini tidak hanya isinya yang mengandung hikmah, sampul buku serta judulnya pun sangat menarik minat baca. Sampul yang begitu sejalan dengan judul. Gambar sebuah pohon yang berguguran daunnya karena terpaan angin memberikan gambaran khusus bagi pembaca untuk menafsirkan judul novel ini.

Gaya bahasa yang tidak sulit dipahami membuat novel ini sangat cocok untuk remaja usia 13- 19 tahun. Karena, novel ini pun banyak menceritakan tokoh utama di masa sekolah.

Namun dibalik kesempurnaan novel maha karya penulis ternama ini, ternyata masih terdapat kekurangan diantaranya, akhir cerita yang terkesan menggantung, sehingga membuat pembaca harus menerka-nerka, masih bertanya apa yang terjadi pada si tokoh utama dan bisa saja tidak mendapatkan kepuasan tersendiri bagi pembaca.  



#KMP2SMI

#ODOPBACTH7

#KOMUNITASODOP

#DAY19

Kamis, 26 September 2019


TRADISI MENYIMPANG DALAM PERBEDAAN PENDAPAT

Kebebasan berpendapat sering kali disalah artikan. Niatnya mengkritik alih-alih mencaci maki. Bibir begitu renyah melontarkan hujatan-hujatan yang menyayat hati. Kesalahan orang lebih terlihat dibanding kesalahan sendiri seakan-akan telah menjadi sebuah tradisi. Semudah itukah menyalahkan orang lain?  

Ketika dihadapkan dengan perbedaan pendapat, emosi meluap menyusuri urat. Bagi orang berilmu tinggi dan mumpuni perbedaan pendapat merupakan suatu hal yang wajar, bebas dari ujaran kebencian yang kini selalu menjadi titik merah perselisihan. Jarang sekali ulama rasikhuun menjatuhkan lawannya demi sebuah kepuasan batin belaka. Mengapa kebanyakan dari kita malah berpaling dari aturan dan anjuran?

Perbedaan pendapat yang didasari oleh hawa nafsu dan fanatisme merupakan perbedaan pendapat yang tercela. Setiap pendapat yang tidak sejalan dianggap salah bahkan yang lebih parah berfatwa menghalalkan darahnya. Pendapat yang mengandalkan hawa nafsu akan menjadi pribadi yang sombong, merasa paling benar diantara yang benar.  Sangat jauh dari Islam yang menanamkan kasih sayang.

Kita tengok sekilas kisah dua orang pemuda yang diutus oleh Rasulullah saw. Sepanjang perjalanan mereka tidak mendapatkan air, sementara waktu shalat telah tiba. Kemudian keduanya bertayamum sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Selepas bertayamum mereka melaksanakan shalat dan melanjutkan perjalanan, tidak lama kemudian mereka mendapati air di saat masih ada waktu shalat. Disinilah terjadi perbedaan pendapat di antara keduanya. Pemuda yang satu memilih untuk berwudlu kembali dan mengulangi shalatnya, sementara pemuda yang satu lagi memilih tidak berwudlu dan tidak mengulangi shalatnya karena dirasa cukup dengan alasan shalat wajib itu hanya 17 rakaat tidak kurang dan lebih. Ketika keduanya menemui Rasulullah saw. Mereka bertanya mengenai perkara tersebut. Maka Rasulullah berkata kepada pemuda yang mengulangi shalatnya :

لَكَ الأَجْرُمَرَّتَيْنِ

Artinya : “Bagimu pahala dua kali”.

Lalu rasulullah saw. berkata pada pemuda yang tidak mengulangi wudlu dan shalatnya.

أصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلاَتُكَ  

Artinya : “Kamu telah mengikuti (melakukan sesuai) sunnah dan shalatmu itu cukup (sah)”.

Begitu pandai dan lemah lembutnya Rasulullah saw. tak ada yang tersinggung hati apalagi terlukai fisiknya tanpa menyalahkan salah satu pendapat. Itulah pentingnya bertutur kata baik pada sesama.

Perbedaan pendapat tidak akan pernah ada habisnya sampai hari kiamat tiba. Dalam berpendapat hendaklah mengatur emosi dan rendahkan hati agar terhindar dari penyakit dengki. Rasulullah saw. saja tidak pernah memaki atau menghujat orang-orang yang tidak sepemikiran dengan beliau. Lantas mengapa kita yang bukan siapa-siapa seolah-olah menghakimi selayaknya Tuhan yang bersifat al- Hakam? Tanamkan husnudzan bukan suudzan. Sehingga ketika kita berpulang tidak meninggalkan tinta hitam dihati orang lain.



#KMP2SMI

#ODOPBACTH7

#KOMUNITASODOP

#DAY18

SI TAMPAN SANG KUASA

 “Anak-anak Ibu mau Tanya. Menurut kalian orang sukses itu orang yang seperti apa? ” Tanya Ibu guru.

“Orang yang banyak uang bu!” jawab Dion.

“Salah bu! Sukses itu orang yang punya jabatan tinggi!” timpal Revan.

“Loh kok salah? Benerlah. Kalau punya uang banyak kamu gak akan sengsara, hidup kamu pasti bahagia. Iya kan bu?”

“Ah menurutku jabatanlah yang menunjukan orang itu sukses atau enggak, percuma saja banyak uang kalau kedudukannya masih rendahan.” Sanggah Revan.

“Aku setuju pendapatmu Revan.” Teman sebangkunya angkat suara.

Sementara siswa lain terdiam santai, asik berbincang dengan teman sebangku. Tidak memerhatikan dari masing-masing pendapat. Seakan acuh tak acuh. Hanya satu atau dua siswa yang merespon tanggapan.

“Ah bagiku tetap sukses itu kalau kita banyak uang. Kau ikut siapa Daffa?” Tanya Dion pada teman sebangkunya.

“E…e...aku…aku…aku gak tau Dion.” Jawab Daffa gugup.

“Kau kan sahabatku!” Bisiknya.

“Daffa memilih pendapatku. Silahkan yang lainnya poting jawaban siapa yang paling benar” Dion mewakili.

“Heh! kamu curang. Daffa saja belum memilih kamu sudah memaksanya untuk memilihmu! Bu gimana ini?” Revan tidak terima atas perampasan hak suara Daffa.

Ibu guru tersenyum.

“Baiklah anak-anak silahkan ada pendapat lain?” Tanya Ibu guru kepada siswa lain yang hanya menatap tak peduli.

Pemandangan ironis ditampakan begitu gamblang. Siswa kelas sembilan SMP itu seolah-olah tidak menyadari akan kehadiran guru di kelas. Sebagian dari mereka memainkan apa saja yang ada di depannya. Mengganggu teman dan  ada di antara mereka yang sesekali mondar-mandir dari bangku satu ke bangku yang lain untuk sekedar menanyakan hal-hal diluar materi pembelajaran.

“Halo?!” Tanya Ibu guru menaikan volumenya.

“Hay” jawab mereka setengah malas.

“Bisa kita lanjutkan?”

“Bisa.” Jawab mereka serentak.

Brakk!!!

Pintu dibuka dengan kerasnya.

“Oy ke kantin yuk!” Ajak Jaki. Satu kakinya tertahan diluar kelas.

Suasana tiba-tiba menjadi gaduh oleh celotehan Jaki. Remaja yang memiliki ketampanan selevel dengan aktor drama korea. Begitulah komentar gadis-gadis bucin di sekolahnya. Mengagetkan semua termasuk Ibu guru yang tengah fokus membimbing peserta didik dalam melaksanakan diskusi.

“Silahkan duduk Jaki. Kita sedang diskusi hari ini”

“Saya laper Bu, mau ke kantin dulu” jawab Jaki tanpa beban.

“Nanti ya kan belum istirahat. Ayo diskusi dulu” suara lembutnya tetap bertahan.

“Ah saya gak suka diskusi-diskusi Bu.”

“Loh kenapa? Justru dengan diskusi kita bisa melatih pemikiran menjadi luas”

“Kayak lapangan aja si Ibu mah.” Sambil mengacak rambutnya.

Ibu guru tersenyum.

“Kalo kita berpendapat bakalan dikasih apa emangnya bu?” Tanya Jaki dengan tampang pongahnya sembari melangkahkan kaki menuju bangku pojok kesayangan.

“Pendapat kami perlu penghargaan juga Bu. Kan segala sesuatu yang dihasilkan dari pemikiran itu harus ada imbalannya bu. Ya gak temen-temen?” sambungnya.

“Em…baiklah-baiklah kalau itu mau kalian, Ibu akan memberikan sesuatu yang istimewa untuk kalian yang mengemukakan pendapat. Hayooo…siapa lagi?” Ibu guru tetap sabar menghadapi sikap mereka.

“Nah gitu kan jadi asik Bu diskusinya iya gak hey?!” Jaki menuntut dukung teman kelasnya.

Ajaib. Suara Jaki berhasil merebut perhatian teman kelasnya. Wajar saja ia adalah ketua geng sekolah sekaligus anak pemilik Yayasan. Ia pun bisa datang  ke sekolah kapan saja. Sampai saat ini belum ada guru yang berani menghukum atau memanggilnya karena masalah yang dibuat oleh si Anak Pemilik Yayasan. Seolah-olah tenaga pendidik di Yayasan tersebut pun menutup mata dan telinga  dengan tingkah polah negatifnya.

“Kita lanjutkan ya anak-anak. Oke jadi orang sukses itu yang seperti apa sih?”  

“Saya…saya bu…” dengan percaya diri siswa berkaca mata minus itu mengangkat tangan.

“Sukses itu orang yang paling banyak ilmunya, karena harta dan jabatan itu bisa diraih dengan ilmu Bu.” Jelasnya.

“Saya tidak setuju Bu. Orang sukses itu adalah orang yang perutnya buncit Bu!” Jaki menjawab dengan pasti.

Semua siswa mengangguk-ngangguk menafsirkan perkataan Jaki. Ibu guru terkekeh. Suasana kembali ramai oleh tawa yang menggelegar.
#KMP2SMI
#ODOPBACTH7
#KOMUNITASODOP

Selasa, 24 September 2019


NURANI MANA YANG SUDAH TIDAK BERFUNGSI?

Rakyat miskin nyatanya tetap dianggap  rendah di mata orang yang sejak lahir hidup di bawah gemerlapnya singgasana dunia. Meskipun derajatnya sudah diangkat sejajar dengan mereka bahkan lebih tinggi, semua takkan pernah bisa dengan mudah menerima. Tak ada yang patut disalahkan ketika terlahir dari keluarga miskin.  Kita telah menyaksikan pribadi yang selalu menerapkan sikap rendah hati. Dialah sosok yang amat dibenci oleh mereka yang berusaha menggulingkan posisi. Buka mata siapa yang merancang semua ini?

Apakah orang miskin tak pantas menjadi pemimpin? Begitu gengsikah dipimpin oleh seseorang yang masa lalunya terjerat kemiskinan ekonomi? Sehingga dengan rela hati berkeringat darah sepanjang hari. Membuat kekacauan dan menumpahkan kesalahan.  Sungguh amat disayangkan. Bersiasat kotor hanya untuk meraih mimpi yang tak kunjung menepi.

Mereka tak pernah tahu bagaimana perihnya hidup di atap kemiskinan, beralaskan penderitaan. Hujatan dan cercaan seolah menu rutin sejak pagi. Jilatan kemiskinan akan terasa manis jika menambahkan bumbu syukur dan sabar dalam sajian kehidupan.  Beruntunglah bagi mereka yang memiliki kekuatan hati sanubari. 

Orang baik dianggap munafik, orang munafik dikagumi. Begitu kejamnya kehidupan duniawi. Berbagai berita bohong digencarkan demi meraup pembelaan, berbagai perkara disebarluaskan berharap agar dia disalahkan. Ketika sebuah janji itu berusaha ia tepati, mereka memalingkan wajah tanpa sekejap melirik. Selalu menyalahkan tanpa ikut memperbaiki, malah mengatur siasat kembali. Perkara alam saja tetap ia yang disalahkan. Ia bukanlah Tuhan yang menghendaki segala urusan. Jika memang ia terbukti, seharusnya membuat kita semakin sadar bahwa dia memang manusia biasa yang diberikan kekurangan dan kelebihan. 
Kebaikan seribu akan tertutupi oleh keburukan yang satu. Manusia kadang terpeleset dengan pemikirannya sendiri, menganggap segala hal yang benar berdasarkan pandangannya dianggap sah untuk menghakimi meskipun menuai banyak kontroversi. Serba salah sepertinya diksi yang cocok untuk menggambarkan situasi.    

Kekacauan yang semakin terlihat, khawatir dimanfaatkan oleh segelintir orang  sebagai bentuk gerakan penggulingan. Pelantikan tinggal menghitung hari, wajar huru-hara perebutan posisi bersaing tanpa henti. Jika nanti sosok rendah hati itu berpulang pada Sang Illahi, barulah mereka tenang tanpa batas tepi.

Masalah akan selalu hadir. Kita tinggal memilih saja, menjadi pembuat masalah atau pemecah masalah? 

#KMP2SMI

#KOMUNITASODOP

#ODOPBACTH7

           


Senin, 23 September 2019


SENI DAN LITERASI 

Tampil di depan Bupati? Mungkin bagi sebagian orang yang pernah melintasi rel tingkat ini merupakan hal yang biasa, karena bukan tampil di kancah nasional atau pun internasional. Tentu hal ini berbanding terbalik dengan seorang perempuan rasa gadis belia. Ia yang biasa tampil di wilayah kecamatan membuat pertunjukkan kali ini benar-benar terasa berbeda.

“ Aku tidak akan kembali kedunia peran!” Ucap perempuan itu dua tahun silam.

Nyatanya ada getaran hebat yang memaksa untuk tetap berkecimpung,  ia tidak bisa lari begitu saja. Hari ini tepatnya tanggal 23 September 2019 dalam acara Jambore Literasi yang dihadiri oleh Bapak Bupati kabupaten Sukabumi, Bapak Marwan Hamami, ia kembali menunjukkan kebolehannya bermain peran.

Seni kabaret mengantarkan mimpi perempuan itu. Seni kabaret merupakan seni peragaan peran yang didalamnya terdapat pesan moral yang dikisahkan melalui adegan_tak jauh beda dengan drama.

Perempuan itu mengenal seni kabaret sejak duduk di bangku SMA. Pengalaman menjadi tokoh utama sudah digarapnya, kali ini  dalam acara Jambore Literasi perempuan itu berperan sebagai ibu dari tokoh utama. Sebuah peran yang selalu melakat entah kenapa.

Ia begitu menekuni seni kabaret, sampai-sampai dipilih menjadi ketua ekstra kurikuler seni Theater di masa SMAnya. Disamping eksis dalam dunia peran, rupanya perempuan ini diam-diam mulai menekuni dunia kepenulisan. Mencoba membuat satu naskah dan akhirnya disambut hangat oleh guru pembimbingnya. Selang beberapa tahun, setelah ia lulus SMA, dan menemukan hal baru di dunia kampus, ia sempat memutuskan untuk tidak tampil kabaret lagi selama sisa hidupnya.

Rupanya Allah berkehendak lain, melalui seorang laki-laki yang tak bisa disebut namanya, mengajak perempuan itu untuk bergabung di komunitas menulis. Perempuan itu mengiyakan. Singkat cerita perempuan itu kembali diajak mengikuti seni kabaret untuk memeriahkan event Jambore Literasi. Setelah mengikuti event itu ia pun menyadari bahwa seni itu sangat berkaitan dengan literasi. 

Ternyata tidak semua hal yang tidak sesuai keinginan berujung rasa ketidakpuasan. Terkadang kekeliruan yang kita lakukan itu bukan murni sebuah kekeliruan, bisa jadi itu adalah jalan agar kita mendapatkan kejutan yang  telah disiapkan oleh Allah. Percayalah Allah selalu memiliki cara tersendiri untuk membahagiakan hamba-Nya. Terkadang pula sebuah mimpi itu dengan senang hati menghampiri, merangkul dan membunga hati.

                                                                                                      
#KMP2SMI
#KOMUNITASODOP
#ODOPBACTH7

Minggu, 22 September 2019




Sahabat Cangkang II

Sahabat itu bukan dia yang sering minta jajan, tapi dia yang sering memberikan motivasi dan uluran tangan. Bukan dia yang selalu menertawakan kita didepan banyak orang apalagi ngerumpi dibelakang. Jika kalian menemukan salah satu dari ketiganya, percayalah bukan dia. Bukan dia. Kalian akan mengerti alasanku mengatakan semua hal itu setelah kalian paham akan ku.

Pada masa apa kalian benar-benar menemukan sahabat? Kuliah? SMA? SMP? atau SD? Jawablah dengan hati kalian sendiri. Dari keempat masa itu aku benci persahabatan masa kuliah. Kehidupanku terkesan membosankan dan menjengkelkan.  Tiap hari pasti saja ada alasan untuk diperdebatkan. Sahabat macam apa yang tidak merasakan suka duka yang dialami oleh sahabatnya? Sahabat macam apa yang sering membuat sahabatnya selalu menumpahkan air mata akibat ulahnya? Selalu membandingkan aku dengan sahabat lamanya. Mungkin bagi dia, posisiku akan diakui sebagai sahabatnya jika aku bereinkarnasi menjadi mesin ATM atau Bank. Keterlaluan.

Ia selalu berlaga so asyik didepan semua orang dan bersikap sebaliknya kepadaku. Acuh_tak mau tahu. Ia bercerita banyak hal dengan diiringi gelak tawa tapi bukan selagi bersamaku. Ia tak sekalipun mengatakan sebuah kaimat penyemangat untuku, sekalipun aku bercerita begitu riang tentang semua harapan dan target-target yang berhasil aku capai. Tetap saja mulutnya terkunci rapat.          

Berapa lama lagi ia akan membungkam mulut? Tergerogoti oleh  iri hati yang tak dapat dibendung lagi. Egois yang tinggi menerkam kerendahan hati. Haruskah aku kembali merangkulmu setelah beberapa hari ini kau palingkan aku? Sahabat? Tidak ada sahabat sekarang semua terasas asing bagiku. Menyebalkan.

Aku tak tahan. Ia pikir semua orang selalu menerima dan memahami sikapnya? Tidak. Aku menyerah untuk berharap menjadi sahabatnya. Membiarkan ia terombang-ambing dalam lautan kesombongan. Namun, ketika ia terjatuh, melihatnya menangis tersedu untuk pertamakali, hatiku merasa perih, air mataku larut bersama kesedihan yang ikut menyelimuti. Ku dekap hangat tubuh mungil yang tertunduk itu. Jauh direlung hati ini mengatakan aku ingin bersahabat dengannya, namun apa dikata kita mulai tak saling bicara. Aku hanyalah sebuah cangkang yang suatu saat akan dilepaskan.

Ini adalah curahku, kalian bebas berpandangan. 

#KMP2SMI

#KOMUNITASODOP

#ODOPBACTH7

Sabtu, 21 September 2019

CERPEN


Cinta 5%

Plak!!! tamparan dahsyat mengejutkan Lutfi yang sedang asyik bercengkrama dengan kekasih barunya dikursi taman.

"Dasar Playboy!"  seorang perempuan cantik menampar begitu keras. Lutfi terbelalak. Banyak pasang mata  memerhatikan. Berdiri menatap penasaran.

"Asal lu tau aja ya, Si Kaprut ini tuh cowok gua!" menunjuk ke arah perempuan disamping Lutfi yang hendak membetulkan posisi duduk.

"Lu bener-bener gak punya hati tau gak!" salah satu temannya membela. Lutfi terdiam.

"Bener yang dikatakan dia?" perempuan disamping Lutfi bertanya dengan suara sedikit tercekat. Lutfi menelan ludah. Ia memutar otak untuk mencari alasan yang tepat.

"Enggak bep. Dia tuh mantan aku." Lutfi membela diri.
"What? mantan?!" Sela melotot.

"Wah gak bisa dibiarin nih." Sela memalingkan wajah. Tanpa pikir panjang Sela menjambak rambut Lutfi. Tubuhnya dihujani pukulan bertubi-tubi.

Sela memang terkenal dengan pukulannya yang bisa meruntuhkan susunan tulang manusia. 'Gadis besi'. Begitulah teman se-kampus menyebutnya. Tak heran jika ia hebat dalam pertarungan sekalipun. Dengan susah payah Lutfi menjelaskan. Namun, tak ada yang mendengar. Semakin banyak kalimat yang diungkapkan_semakin membuat amarah dua perempuan itu meledak. Lagi-lagi ia tidak berhasil membela diri. Orang-orang tertawa menyaksikan kejadian itu. Perasaan malu Lutfi lebih mendalam dibanding rasa sakitnya. Lutfi mencari jalan agar bisa lolos dari cengkraman mereka.

"Oke. Oke. Gua jelasin. Kalian tenang dulu oke." Lutfi berusaha menenangkan. Lutfi terdiam_dadanya naik turun tak karuan.  

"Gua tuh sebenernya..." Tanpa melanjutkan kalimat selanjutnya_dengan cepat Lutfi berhasil lari. Mereka mengejar. Lutfi menambah kecepatan.

Dilihatnya kerumunan orang yang hendak melaksanakan shalat dzuhur_ di Mesjid An-Nur. Tanpa ragu lagi ia pun masuk. Namun, ia tidak menuju ke barisan laki-laki. Dengan sengaja ia mengenakan mukena yang tergeletak dibarisan perempuan paling belakang. Untung saja saat itu para Jemaah sedang mengambil air wudhu ia bisa leluasa memakainya. Setidaknya ia bisa mengelabui perempuan-perempuan yang dilanda kemarahan itu. Lutfi menghela napas lega.

"Fyuh…gila tu cewek sadis amat. Bisa penyok muka gua." Dengan napas sedikit tersenggal. Lutfi membenarkan posisi duduknya agar tampak seperti kaum perempuan yang lainnya. Dari arah belakang terdengar langkah pelan menghampiri.

"Maaf mbak itu mukena saya" seorang perempuan berhijab dengan sopan meminta. Dengan cepat Lutfi menoleh.

"Perempuan gila itu masih ada gak mbak?" tanya Lutfi cemas.
"Astagfirullahaladzim!" Perempuan itu terkejut.

"Yaelah malah istighfar. Dikira gua setan apa. Nih mukenanya." Tanpa permisi Lutfi beranjak. Perempuan itu mengangguk ragu. Raut wajahnya menyisakan keterkejutan yang luar biasa mengetahui bahwa ia seorang laki-laki.

Esok hari. Lutfi berkumpul bersama temannya ditempat biasa. Sebuah kedai kopi yang lumayan jauh dari kampusnya. Berkali-kali ia bolos kuliah. Ia hanya sibuk mencari wanita untuk dipacari. Kapan kebiasaan buruk Lutfi akan berakhir? Entahlah. Sudah hampir 6 tahun kuliah S1 nya tak kunjung usai. Ayahnya yang seorang Hakim harus menanggung malu.

"Kayaknya lu butuh bini. Biar idup lu rapi. Haha..." salah satu temannya menyarankan.

"Somplak lu! Kuliah aja gak tuntas-tuntas gua."

"Mau sampe kapan? sampe kakek gua bangkit dari alam kubur?." cela Beni.

"Gimana mau tuntas. Di otaknya cewek mulu." Sandi menambahkan. Menggelegarlah tawa mereka.

"Lu pada gak usah munafik. Eh lu pasang telinga bae-bae ya. Pacar itu sama dengan musik. Tanpa musik lu gimana? Sunyi, hening bro gak seru. Bener kan gua?"

"Tapi cewek lu kebanyakan"

"Cuma 5 doang gak banyak kali. Eh lu liat dong tampang gua seganteng siapa? Charlie put aja dibawah standar gua." Menunjuk ke arah wajahnya yang masih lebam. Temannya hanya tertawa kecil.

"Asal lu tau aja ya shalat wajib aja ada 5. Pancasila juga 5. Nah, itu. Wajib juga hukumnya orang ganteng kayak gua punya pacar 5. Ia gak? Haha..." Lutfi tertawa puas.

Mereka saling menatap. Beno mengerutkan dahi. Sandi menepuk jidat. Diangkatnya bahu sebagai tanda rasa tidak mau tahu.

Dua minggu kemudian.

Sore itu matahari benar-benar kalah bersaing dengan hujan. Mengguyur begitu derasnya seperti ditumpahkan. Semesta pun ikut serta merasakan keganasan petir yang menyambar. Angin pun tak mau kalah. Menerobos masuk kesetiap pori-pori tubuh seorang perempuan berhijab yang tengah berdiri didepan perpustakaan_menunggu hujan reda. Ia mendengus pelan dan melipatkan tangan. Dilihat jam tangan putih miliknya menunjukan pukul 17:45. WIB. Ia tidak bisa menunggu lebih lama. Dengan terpaksa ia melangkahkan kaki hendak mencari angkutan umum. Namun, belum lama ia berjalan dihadapannya terlihat Lutfi mengangguk-ngangguk mendengarkan musik diponselnya. Sesekali ia menggerakan tubuhnya mengikuti irama. Perempuan itu tertawa geli. Lewat tanpa melirik Lutfi sambil memegang jilbabnya yang berkali-kali diterpa angin.

"Woi Mbak." Panggil Lutfi.

Perempuan itu menoleh. Lutfi terpesona melihat kecantikannya. Bola mata yang hitam legam terpasang begitu indah dengan pipi kemerah-merahan.

"Ya salam cantiknya." Lutfi terperanga.

Perempuan berhijab itu menoleh.

"I..i..ini…gantungan kuncinya jatuh." Kata Lutfi gugup sambil menyodorkan gantungan kunci yang bertuliskan I love Allah. Dengan ragu perempuan itu mengambilnya.

"Terimakasih." Jawabnya santun.

"Iya mbak sama-sama." Lutfi menggoreskan senyuman maut andalan untuk menggaet hati wanita yang menjadi targetnya.

"Saya permisi. Assalamualaikum." Perempuan itu melangkah pergi.

"Eh mbak! Namanya siapa?"

Tak ada jawaban. Perempuan itu masuk kedalam angkutan umum. Lutfi menunjuk ke arah perempuan itu.

"Itu? Kayaknya gua pernah liat."

Diacaknya rambut yang basah kuyup terkena hujan.
"Hemmm...kayaknya saran si Beni oke juga. Gua harus punya bini. Nah, perempuan itu akan gua jadiin istri pertama. Kalau gua mau poligami pasti diizinin. Solehah kan dia. Haha..." Lutfi tertawa licik.

15 menit kemudian ia sampai dirumah. Berganti pakaian_mengangkat  ponselnya _mencari informasi tentang perempuan itu. Usahanya gagal. Tak ada yang mengetahui siapa perempuan itu.

"Gua harus cari langsung."

Semangat 45. Itulah yang dirasakan Lutfi. Menancap gas mobil_ mencari dengan teliti. Usahanya berhasil. Ia menemukan perempuan itu disebuah kostan putri hendak membeli sate. Mengenakan jilbab biru tua dengan dress panjang melekat ditubuhnya yang ramping. Lutfi menghampiri.

"Hay." sapa Lutfi sumringah.  Menampilkan sisi so ganteng dengan tangan yang masih didalam saku. Perempuan itu tersenyum lembut. Temannya menyikut memberikan kode pertanyaan.

"Em anu gua...eh maksud saya…saya mau minta maaf." Lutfi tersenyum.
"Untuk apa?"

"Kejadian  tempo hari itu"

Perempuan itu menebak-nebak.

"Dimesjid, mukena…ya itu." Lutfi mulai canggung.

"Em...itu iya gak papa." Jawab perempuan itu singkat.

"Sekali lagi gua minta maaf." Lutfi menyodorkan tangan bermaksud untuk bersalaman. Perempuan itu menyambut salamannya tanpa bersentuhan. Lutfi menjadi salah tingkah.

"Em…BTW nama kamu siapa?"

"Nama saya..." belum selesai menjawab Ibu kost memanggil. Menyuruhnya untuk segera masuk.

"Maaf. Permisi. Assalamualaikum." Sambil menutup pagar.

"Hem? Eh…eh…tapi..tapi..arrgh sial!" Lutfi membanting kaleng dengan keras.

Setelah pertemuan singkat itu Lutfi tak pernah lagi menjumpai perempuan itu. Ia semakin tertarik dan penasaran. Berhari-hari Lutfi mencari keberadaannya. Karena, terlalu sibuk mencari perempuan itu Lutfi tidak lagi memerhatikan ke-5 pacarnya itu. Entah berapa ribu panggilan. Lutfi tak peduli. Belakangan ini Lutfi sering mengunjungi mesjid An-Nur. Ia sangat malu atas kejadian waktu itu.

"Bodoh!" Lutfi menyalahkan diri.

Beberapa orang ditanyainya. Tapi, tak kunjung menemukan jawaban. Ibarat kutu boleh ditelisik. Rasa penasaran itu berubah menjadi cinta_sebuah cinta yang menggila. Entah berapa ribu orang ditanyai.

Lima bulan lamanya ia terus menanti kehadiran pujaan hati. Bayang-bayang sepanjang badai. Ia tidak bisa melupakan perempuan itu.

"kakak nyari siapa sih? Tiap hati kesini" tanya gadis kecil mengejutkan Lutfi.

"Kakak sedang mencari bidadari berhijab."

Gadis kecil itu memasang raut wajah kebingungan.

"Huooo...itu soal gampang kak, syaratnya kakak harus meninggal dulu. Baru deh ketemu." Gadis kecil itu menyarankan.

"Yaelah ni bocah. Kakak lagi nyari perempuan cantik, solehah yang sering shalat disini. Ditasnya ada gantungan kunci bertuliskan 'I love Allah' adek tau gak?"

"Oh." Jawabnya singkat.

"Eh dasar lu bocah ya. Buang waktu aja." Lutfi melangkah pergi.

"Aku tau kok dimana kakak itu"

Lutfi berbalik kembali menghampiri gadis kecil itu.

"Adek manis tau?"

"Tau"

"Dimana?"

"Gak mau ngasih tau"

"Loh? Kenapa?"

"Kakak orang jahat. "

"Ya salam ni bocah bener-bener ya." Lutfi memalingkah wajah.

"Oke adek manis yang cantik kakak minta maaf. Nah, sekarang dimana dia? ayo katakan nanti kakak beliin ice cream mau kan?"

"Gak mau! Bosen!"

"Hah? Ssyiit" Lutfi kesal.

"Aku akan kasih alamatnya kalo kakak bisa baca doa sebelum tidur"

"Hah? Yaelah haha...Eh dek ngeledek?"

"Enggak, ayo baca"

"Iya iya. Allahu...ma..laka..laka..sumtu...kelanjutannya apa ya? lupa gua"

"Udah kak jangan dilanjutin".

"Kenapa?"

"Doanya salah."

"Hah? Cape-cape gua mikir salah."

"Hemh...ya udah ini alamatnya." Tangan kecilnya mulai menulis.

Gadis itu memberikan alamat kepada Lutfi. Dengan cepat Lutfi menjalankan mesinnya. Dua Jam berlalu, tetapi ia belum menemukan titik temu.

Semilir angin timur seolah-olah memberikan isyarat untuk menunjukan keberadaan perempuan itu. Dilihatnya sebuah bangunan sekolah dasar yang belum usai, jendela-jendela yang masih tanpa kaca, pintu-pintu belum terpasang, lantai yang masih beralaskan tanah. Langkah kakinya terdorong untuk masuk ke dalam ruangan kelas yang tampak lengang. Ia terduduk lesu. Luthfi menyerah.

"Ya Tuhan sesulit inikah? Gua cuma mau tau namanya aja susahnya minta ampun dah. Apalagi ketemunya? Badan gua udah ringsek gini juga. Please Tuhan bantu gua. Gua janji dah gua bakalan tobat kalo gua berhasil dapetin tu cewek." secara spontan lutfi mengucapkan kalimat itu. Tangannya memukul dinding yang kokoh.

"Assalamualaikum. Permisi.Ada yang bisa saya bantu?"

Dengan cepat Lutfi menoleh. Ia terkejut melihat perempuan yang dicarinya berdiri tegak disamping. Dengan sigap ia berkata. Berdiri dengan percaya diri.

"Aku ingin melamarmu."

Perempuan itu mengerutkan dahi. Perempuan itu terdiam sejenak.

"Aku bukanlah orang yang setia dalam satu cinta" Jawabnya lembut.

Lutfi melongo.

Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Masa cewek solehah doyan poligami?" Gerutunya.

"Gua bersedia dipoliandri ." Jawab Lutfi sigap.

Perempuan itu tersenyum.

Yaelah...tadinya kan gua yang mau poligami, ini? Malah gua. Ucap Lutfi dalam hati.

"Maksud cinta saya terbagi-bagi yaitu, cinta untuk Rasulullah, cinta untuk Al-Qur'an, cinta untuk orangtua saya, Hanya sekitar 5% untuk hamba-Nya. Karena, cinta kepada Allahlah yang tak bisa saya bagi dengan apapun dan siapapun."
Jawab perempuan itu dengan penuh keyakinan. Lutfi tercengang, tertunduk malu.

"Kalo gitu kita ta'arufan aja. Ayolah gua akan berubah demi lu. Lu bakalan beruntung dapetin cowok setampan gua."

"Datanglah kerumahku, bicaralah pada ayahku" kata perempuan itu.

"Oke" Lutfi mengikuti langkahnya dari belakang.

Tidak membutuhkan waktu lama sampailah Lutfi dirumah perempuan itu.

"Silahkan duduk" Perempuan itu mempersilahkan Lutfi duduk dikursi luar. Perempuan itu hendak memanggil ayahnya.

"Gua mesti ngomong apa sama bapaknya? Gua kan mau nikah sama anaknya, kenapa mesti ngomong sama bapaknya dulu?"

"Ohok..ohok..."batuk ayah perempuan itu mengejutkan Lutfi.

"Ada perlu apa nak?"

Lutfi menoleh. Menatap sosok didepannya.

"Oh my god dosen pembimbing gua." Lutfi keceplosan.

"Kenapa nak Lutfi?"

"Em hehe..enggak pak ah sibapak" Lutfi berusaha mencairkan suasana.

"Denger-dengen nak Lutfi ini mau ngelamar putri bapak begitu?"

"Ohok..ohok.." Lutfi terbatuk.

"Rupanya batuk saya menular ya"

"Enggak pak. Em hehe...i..i..iya pak saya ma..ma..u ngelamar putri bapak" jawab Lutfi gugup.

"Boleh saja" jawab ayah perempuan itu santai.

"Serius pak? yeah! Bapak memang tidak salah pilih mantu pak. Choise is true pak. Haha..." wajah pongahnya kembali bersinar.

"Tapi..."

Tawa Lutfi terhenti.

"Loh kok pake tapi segala Pak? Pak saya bisa bahagiain anak bapak dengan uang saya. Tenang aja."

"Bahagia tidak selamanya bisa didapatkan dengan uang Lutfi"

"Lalu? Saya mau ta'aruf Pak bukan pacaran"

"Sebelum berta'aruf dengan putri saya, sudahkah nak Lutfi berta'aruf

dengan Allah?"  

"Oh itu si udah Pak. Hehe"

Ayahnya menghela napas.

"Saya akan terima kamu sebagai menantu saya jika..."

"Ya ampun pak ada syaratnya?" Lutfi memotong perkataan dosennya itu.

"Saya akan terima kamu menjadi menantu saya jika kamu sudah lulus S3"

"Hah?! S3? ya ampun Pak…Pak.. ketuaan kali Pak"  

"Shalatmu, sikapmu dan sekolahmu nak Lutfi" jawab ayah perempuan itu bijak.

Lutfi tidak bisa berkata lagi. Ia tertunduk. Usahanya kali ini tidak berhasil. Dibalik kaca jendela_tidak sengaja ia melihat foto wisuda perempuan itu, bertuliskan 'Sabila Raudhatul Jannah' lulusan terbaik universitas Al-Ahzar Kairo. Akhirnya, Lutfi mengetahui nama pujaan hatinya itu. Lutfi tertunduk malu. Ia menyadari betapa bodohnya ia selama ini. Lutfi semakin bertekad untuk berubah demi cinta yang ingin dimilikinya.

#KMP2SMI

#KOMUNITASODOP

#ODOPBACTH7

ULASAN CERITA PENDEK KAMAR MANDI MERTUA A.    ORIENTASI Cerita pendek yang berjudul Kamar Mandi Mertua merupakan maha karya yang ...