Sabtu, 14 September 2019

Novel Remaja Akhir-Dewasa Awal



Episode 5 :
Mata sayu mulai menelisik. Sibuk sendiri menerka-nerka. Segudang pertanyaan ia tuliskan di note book kebiruan, jaga-jaga jika suatu saat nanti ia  memang masih tidak berani untuk menanyakan hal ini secara langsung.

“Nyonya Shevana.” Panggil seseorang.      

Ia menoleh kebelakang. Ternyata itu Pak Septo.  Sebenarnya ia tak sabar menunggu kedatangan suaminya.

“Tuan sudah saya beritahu akan kedatangan nyonya.”

Ia bersemangat. Ayolah apa yang dia katakan? Apakah dia menanyakan sesuatu tentangku? Apakah dia pun tak sabar ingin bertemu denganku?. Gerutunya dalam hati. Ingin sekali ia menanyakan itu secara langsung kepada Pak Septo, namun lagi-lagi ia hanya tersenyum.

“Nyonya dipersilahkan untuk makan malam terlebih dahulu.”

Ia mengangguk. Makan malam? Bersama suamiku? Oh ya ampun tak pernah terbersit dalam otaku kalau diusiaku yang menginjak 17 tahun ini aku telah beristrikan dia. Ya, dia yang telah terlanjur masuk ke dalam ranah mimpiku.

***

Shevana dipersilahkan duduk. Meja makan itu lain dari yang lain. Bentuknya segi tiga sama kaki. Keningnya kembali berkerut, alis kananya mulai terangkat penasaran apa yang dia pikirkan tentang sebuah meja. Ia  duduk disisi kiri. Kedua sisi meja itu dibiarkan kosong, tidak ada kursi disana. Mungkin itu untuk menjaga perasaanku kalau dia masih belum bisa menemuiku.Pikirnya.

 Tibalah seorang pelayan yang membawa sepiring makanan khas Eropa.  Entah apa nama dari makanan itu. Ia sendiri pun tidak tau.

“Ini adalah Bienenstitch…..” Pelayan itu menjelaskan seputar makanan yang ia sajikan.

Tak pedulilah itu apa, bagaimana proses pembuatannya, yang pasti saat ini ia kecewa. Sebal. Ia mengira akan duduk dan menghabiskan makan malam bersama laki-laki tampan itu. Bola matanya mengitari setiap sudut ruangan yang tampang lengang. Sementara, pelayan-pelayan itu terus saja menyuguhi makanan dan minuman khas Eropa. Belum sempat ia menghabiskan makanannya, dengan sengaja pelayan yang lainnya mengambil makanan itu dengan sopan, lalu dibawanya kedapur.

“Eh?” Shevana menatap tak percaya.

 Mereka hanya memberikan waktu tidak lebih dari 1 menit untuk Shevana mengunyah hidangan. Keterlaluan. Pikir Shevana.  Sialnya Shevana masih lapar. Ah ada apa dengan perutku ini?.

Makan malam pun telah usai. Meskipun ia kecewa karena penggugah jiwanya tidak disana ia tetap yakin laki-laki tampan itu akan datang. Pelayan wanita setengah baya menyadari perubahan raut wajah Shevana, dengan ramah meraih tangan Shevana yang terkulai lemas.  Melangkah masuk mengajak Shevana menuju kamarnya. Dengan hati-hati pelayan wanita setengah baya itu membuka pintu. Ah, lihatlah wajah merona Shevana kian terlihat jelas membakar gelora hatinya. Tercium aroma menyengat dibilik kamar. Rupanya bau itu berasal dari obat nyamuk bakar berbau bunga lavender. What? Apalagi ini?. Ia semakin dibuat terheran-heran.

“Selamat beristirahat nyonya” tutur pelayan setengah baya itu.

Shevana mengangguk.

Sepatunya berdecit pelan. Pelan sekali dibarengi dengan mata yang asik melihat-lihat. Kamarnya sangat luas, namun hanya diisi dengan tempat tidur yang terbilang sederhana. Tidak, tidak, bukan tempat tidur yang umum digunakan selayaknya pasangan pengantin, tapi sebuah tempat tidur yang populer di lingkungan asrama.



Tempat tidur bertingkat dua terduduk disudut kamar bersentuhan dengan dinding bercat abu-abu. Lagi-lagi dan lagi Shevana mengerutkan kening.

“Pemandangan konyol apalagi ini?” desisnya.

Ia melirik kearah kaca yang dibiarkan terbuka. Sehingga ia dapat melihat langsung kerlap-kerlip lampion taman dengan jelas. Lebar kaca itu seukuran dengan layar bioskop. Sungguh.

“Huaaa…” matanya takjup.

Shevana mendekat ke arah kaca mengamati lamat-lamat. Dibalik kaca itu memperlihatkan keindahan pohon maple yang sewaktu-waktu diterpa angin, dibalik sela-sela daun dan ranting senantiasa memancarkan kilau cahaya rembulan. Satu dua daunnya berguguran ditanah. Ia terpejam. Menghirup udara malam. Ia terpukau dengan keindahan. Hanya saja ia merasa aneh. Shevana sempat menebak kalau laki-laki tampan itu tengah menunggunya. Tebakannya meleset. Jelas laki-laki tampan itu tidak ada.

“Impian baru apa? Heh?! Aku malah terjebak dipernikahan konyol ini. pckkk!” Ia mengangkat kedua bibir dengan arah berlawanan, memamerkan gigi kelincinya.

Ia membiarkan tubuhnya terkapar. Meluruskan tulang punggung yang kian merengek kelelahan. Ia pun terlelap.

***

Plip!

Kaca selebar layar bioskop itu secara otomatis berganti gambar menjadi sebuah pemandangan yang tidak asing baginya. Sebuah bangunan pondok pesantren dimana ia dulu pernah singgah. Tepat jam tujuh pagi ia terbangun menyeka mata, mengikat rambut sebahunya. Ia mengerjap-ngerjap, dengan malas ia memaksakan diri untuk beranjak.

“Loh kok ada meja?” langkahnya terhenti.

Seperti yang dikatakan tadi ruangan kamar utama ini semalam hanya berisi sebuah tempat tidur. Ia mendekat kearah meja. Didapati sebuah note book tergeletak diatas meja begitu saja. Tangannya mulai meraih, membuka halaman pertama yang bertuliskan…

Shevana Ferdian Louis kini lo gak bias lari! 




Entah sebuah ancaman atau apa yang pasti Shevana dengan santai mengacuhkan tulisan yang dianggap tidak penting itu.

“What?! Heh! Dia gak tahu apa kalau ibuku dengan cepat akan menyayat habis tubuhnya.” Ia menyeringai.

Bersambung…

#KMP2SMI

#ODOPBACHT7

#KOMPUNITASODOP

2 komentar:

ULASAN CERITA PENDEK KAMAR MANDI MERTUA A.    ORIENTASI Cerita pendek yang berjudul Kamar Mandi Mertua merupakan maha karya yang ...