Episode 5 :
Mata
sayu mulai menelisik. Sibuk sendiri menerka-nerka. Segudang pertanyaan ia tuliskan
di note book kebiruan, jaga-jaga jika suatu saat nanti ia memang masih tidak berani untuk menanyakan hal
ini secara langsung.
“Nyonya Shevana.” Panggil seseorang.
Ia
menoleh kebelakang. Ternyata itu Pak Septo.
Sebenarnya ia tak sabar menunggu kedatangan suaminya.
“Tuan
sudah saya beritahu akan kedatangan nyonya.”
Ia bersemangat.
Ayolah apa yang dia katakan? Apakah dia menanyakan sesuatu tentangku? Apakah
dia pun tak sabar ingin bertemu denganku?. Gerutunya dalam hati. Ingin
sekali ia menanyakan itu secara langsung kepada Pak Septo, namun lagi-lagi ia
hanya tersenyum.
“Nyonya
dipersilahkan untuk makan malam terlebih dahulu.”
Ia mengangguk.
Makan malam? Bersama suamiku? Oh ya ampun tak pernah terbersit dalam otaku
kalau diusiaku yang menginjak 17 tahun ini aku telah beristrikan dia. Ya, dia
yang telah terlanjur masuk ke dalam ranah mimpiku.
***
Shevana dipersilahkan
duduk. Meja makan itu lain dari yang lain. Bentuknya segi tiga sama kaki. Keningnya
kembali berkerut, alis kananya mulai terangkat penasaran apa yang dia pikirkan
tentang sebuah meja. Ia duduk disisi kiri.
Kedua sisi meja itu dibiarkan kosong, tidak ada kursi disana. Mungkin itu
untuk menjaga perasaanku kalau dia masih belum bisa menemuiku.Pikirnya.
Tibalah seorang pelayan yang membawa sepiring
makanan khas Eropa. Entah apa nama dari
makanan itu. Ia sendiri pun tidak tau.
“Ini
adalah Bienenstitch…..” Pelayan itu menjelaskan seputar makanan yang ia
sajikan.
Tak
pedulilah itu apa, bagaimana proses pembuatannya, yang pasti saat ini ia
kecewa. Sebal. Ia mengira akan duduk dan menghabiskan makan malam bersama
laki-laki tampan itu. Bola matanya mengitari setiap sudut ruangan yang tampang
lengang. Sementara, pelayan-pelayan itu terus saja menyuguhi makanan dan minuman
khas Eropa. Belum sempat ia menghabiskan makanannya, dengan sengaja pelayan
yang lainnya mengambil makanan itu dengan sopan, lalu dibawanya kedapur.
“Eh?”
Shevana menatap tak percaya.
Mereka hanya memberikan waktu tidak lebih dari
1 menit untuk Shevana mengunyah hidangan. Keterlaluan. Pikir Shevana. Sialnya Shevana masih lapar. Ah ada apa dengan
perutku ini?.
Makan malam pun
telah usai. Meskipun ia kecewa karena penggugah jiwanya tidak disana ia tetap
yakin laki-laki tampan itu akan datang. Pelayan wanita setengah baya menyadari
perubahan raut wajah Shevana, dengan ramah meraih tangan Shevana yang terkulai
lemas. Melangkah masuk mengajak Shevana
menuju kamarnya. Dengan hati-hati pelayan wanita setengah baya itu membuka
pintu. Ah, lihatlah wajah merona Shevana kian terlihat jelas membakar gelora
hatinya. Tercium aroma menyengat dibilik kamar. Rupanya bau itu berasal dari obat
nyamuk bakar berbau bunga lavender. What? Apalagi ini?. Ia semakin
dibuat terheran-heran.
“Selamat
beristirahat nyonya” tutur pelayan setengah baya itu.
Shevana
mengangguk.
Sepatunya
berdecit pelan. Pelan sekali dibarengi dengan mata yang asik melihat-lihat.
Kamarnya sangat luas, namun hanya diisi dengan tempat tidur yang terbilang
sederhana. Tidak, tidak, bukan tempat tidur yang umum digunakan selayaknya
pasangan pengantin, tapi sebuah tempat tidur yang populer di lingkungan asrama.
Tempat tidur
bertingkat dua terduduk disudut kamar bersentuhan dengan dinding bercat abu-abu.
Lagi-lagi dan lagi Shevana mengerutkan kening.
“Pemandangan
konyol apalagi ini?” desisnya.
Ia
melirik kearah kaca yang dibiarkan terbuka. Sehingga ia dapat melihat langsung
kerlap-kerlip lampion taman dengan jelas. Lebar kaca itu seukuran dengan layar
bioskop. Sungguh.
“Huaaa…”
matanya takjup.
Shevana
mendekat ke arah kaca mengamati lamat-lamat. Dibalik kaca itu memperlihatkan
keindahan pohon maple yang sewaktu-waktu diterpa angin, dibalik sela-sela daun
dan ranting senantiasa memancarkan kilau cahaya rembulan. Satu dua daunnya berguguran
ditanah. Ia terpejam. Menghirup udara malam. Ia terpukau dengan keindahan. Hanya
saja ia merasa aneh. Shevana sempat menebak kalau laki-laki tampan itu tengah menunggunya.
Tebakannya meleset. Jelas laki-laki tampan itu tidak ada.
“Impian
baru apa? Heh?! Aku malah terjebak dipernikahan konyol ini. pckkk!” Ia
mengangkat kedua bibir dengan arah berlawanan, memamerkan gigi kelincinya.
Ia
membiarkan tubuhnya terkapar. Meluruskan tulang punggung yang kian merengek
kelelahan. Ia pun terlelap.
***
Plip!
Kaca selebar
layar bioskop itu secara otomatis berganti gambar menjadi sebuah pemandangan
yang tidak asing baginya. Sebuah bangunan pondok pesantren dimana ia dulu
pernah singgah. Tepat jam tujuh pagi ia terbangun menyeka mata, mengikat rambut
sebahunya. Ia mengerjap-ngerjap, dengan malas ia memaksakan diri untuk
beranjak.
“Loh kok
ada meja?” langkahnya terhenti.
Seperti
yang dikatakan tadi ruangan kamar utama ini semalam hanya berisi sebuah tempat
tidur. Ia mendekat kearah meja. Didapati sebuah note book tergeletak
diatas meja begitu saja. Tangannya mulai meraih, membuka halaman pertama yang
bertuliskan…
Shevana Ferdian Louis kini lo gak bias lari!
Entah sebuah ancaman atau apa yang pasti
Shevana dengan santai mengacuhkan tulisan yang dianggap tidak penting itu.
“What?! Heh! Dia gak tahu apa kalau ibuku
dengan cepat akan menyayat habis tubuhnya.” Ia menyeringai.
Bersambung…
#KMP2SMI
#ODOPBACHT7
#KOMPUNITASODOP
Semangat Sheva....
BalasHapusAihihi makasih semangatnya kak
BalasHapus