Pelukan Tilawah
“Ingin menikah dengan tilawah? Kamu sudah gila. Apa karena kemaren kamu gak lolos seleksi? Sudahlah Ra, mungkin kamu tidak ditakdirkan menjadi seorang qori’ah internasional. Gak ada gunanya kamu pindah-pindah pesantren Qur’an, kalo memang bukan disitu jalannya kenapa kamu masih memaksa? Kamu mau jadi qori’ah traveler? Ikut audisi saja denganku Ra pendaftarannya akan ditutup sore ini. Denger ya Ra, ini kesempatan emas kamu untuk melambungkan impian baru. Diva Indonesia Ra, Diva. aku juga tahu keinginan ibumu.”
Namanya
Zania, orang paling so tahu didunia. Entahlah, dia sahabatku atau bukan yang
pasti dia adalah orang paling risih dalam mengatur hidup orang. Ah,
menyebalkan. Berani sekali dia membawa-bawa ibuku. Aku tidak menghiraukan
ocehan pahitnya. Aku terlalu asyik
mendengarkan lantunan tilawah dari Syamsuri Firdaus yang belum lama ini
menggaet gelar qori internasional diusia muda.
Ketika melihat orang lain berhasil
membentangkan kesuksesan dunia dan akhiratnya dengan bermodalkan tilawah hatiku
terguncang, menangis perih karena tidak bisa berjalan apalagi berlari mengejar
mereka. Penyesalan menjadi cambuk sekaigus roda yang akan mengantarkanku menuju
mereka yang sudah duduk manis menikmati buah kerja kerasnya.
Aku
sadar aku telah berdusta mengatakan aku mencintai tilawah, nyatanya kecintaanku
hanya sebatas senja. Bagaimana aku bisa mencintai tilawah sementara dalam saraf
otaku tidak bersarang lantunan ayat-ayat suci disetiap detiknya. Jika mengukur
kapasitas otaku pastilah cukup untuk menampung
semua lantunan itu. Lagi-lagi aku terlena oleh sentuhan syahdu sang
penggoda nafsu. Malu rasanya jika aku terus menengadah, memohon, berharap bisa menjadi seorang
qori’ah dan memiliki seorang imam yang dekat dengan al- Qur’an. Seorang imam
yang setiap gerak-geriknya dihiasi dengan al-Qur’an, seorang imam yang begitu
fasih dengan al-Qur’an. Bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan keduanya jika
tak mau bercermin? Mata ini tak kuasa menahan derai air mata, menengok
kehidupanku yang jauh dari al-Qur’an. Aku telah berpaling, aku telah lancang
memanfaatkanmu untuk sekedar menaruh rasa perihku. Tolong raihlah tanganku,
biarkan aku hidup diranah nafasmu, merasakan setiap detik denyut nadimu. Jangan
usir aku karena ketidakmampuanku sekalipun harus menghabiskan seluruh vita
suaraku. Tenang saja aku tidak akan terpengaruh oleh ocehan nona risih itu. Dapatkah
aku mendapatkan kembali peluk hangatmu?.
Bersambung...
Kak Sepli eh Selvi🥰🥰
BalasHapushihi hehe
BalasHapusTerbaik😍
BalasHapusAhiaaa aamiin hihi makasih kak semoga menjadi doa
BalasHapus