Episode 3 :
Rupanya
kedua gadis kembar itu tidak
memerhatikan gerak-gerik Shevana yang terkesan kikuk. Dengan susah payah,
akhirnya ia berhasil. Gadis itu memohon izin untuk meninggalkan ruang tamu.
Tanpa ia sadari ibunya mengekori dari belakang.
Ia dapati
pemandangan berbeda disetiap sudut kamarnya. Semuanya terkesan lebih elegan
dengan nuasna romantis yang benar-benar telah disiapkan.
“Kamu
suka dengan surprise ibu anaku?” Ibunya memulai pembicaraan.
“Bu sebenernya Sheva…” lidahnya kelu.
Shevana
memang anak yang penurut, sangat penurut. Bahkan jika ibunya meminta untuk terjun
dari ketinggian seribu meter pun ia pasti menurutinya. Gadis yang baik.
Memaksakan
diri untuk tetap terlihat tenang melengkungkan kembali senyuman tulus yang
entah masih bisa ia suguhkan atau tidak, mengurung emosi yang kian berontak
membuat dadanya terguncang hebat tak kuasa menahan sesak yang begitu menyayat.
***
“Sheva…Shevana!”
“Eh..ya?”
Ia terbangun dari ingatan pahit sore itu.
“Ayo
rapihkan dan ganti pakaianmu, jangan bikin malu ibu.” Sambil menyodorkan baju
yang telah disiapkan.
Tatapannya
masih kosong. Ia mengangguk pelan.
“Udah
sana! Ganti bajunya di kamar mandi aja, nanti berantakan lagi kamarnya.” Ibunya
terlihat kesal.
Ia
kembali mengangguk.
Begitu
pentingkah pernikahan ini untuk ibu?
Kakinya
terasa tak bertulang, lensa matanya saat ini tak mampu menitik fokuskan arah pandang.
Kosong. Sungguh ia seperti mayat hidup yang berjalan.
Setiba di pintu kamar mandi yang nampak
sedikit terbuka ia langsung melangkah menerobos masuk. Belum sempat ia meraih
gagang pintu untuk menutup seketika ia terkejut.
“Astagfir…subhannallah.”
Gejolak
nadinya membludak hampir pecah. Ia terpesona.
Oh
lihatlah, basuhan air yang masih tersisa, kilau butirnya lekat bersentuhan
dengan kulit putih nan halus. Diamati lekat- lekat mata yang senantiasa
meneduhkan hati, menghangatkan jiwa, merangkul setiap insan yang dirundung
derita. Pandangannya tak luput dari area dagu yang mempertegas karisma
kegagahan. Tampan. Sungguh tampan. Ia sanggup mengatakan kata ‘tampan’ itu
beribu-ribu kali atau bahkan berjuta-juta kali. Jika diharuskan untuk
membandingkan ketampanan laki-laki itu dengan siapa, ah entahlah belum pernah
ia merasakan getaran yang begitu dahsyat menjalar diseluruh elemen tubuhnya. Inikah
suamiku? Bayangan mengerikan yang ia pikirkan selama ini pun akhirnya kalah
telak.
“Em…kamu
gak papa?” bibir tipisnya mulai angkat bicara.
Laki-laki
itu tersipu, menyadari kalau sedari tadi Shevana terus menatapnya.
“Kamu
pasti mempelai wanitanya. Iya kan?” Sambungnya.
Pertanyaan
yang terkesan aneh jika dilontarkan oleh suami kepada istrinya. Namun, suara
laki-laki itu mendadak senyap ditelinganya. Shevana menyuguhkan raut wajah
tanpa ekspresi sedikitpun. Ia terpaku semakin terpaku.
“ Oh
iya, cincinnya udah kamu pake?”
Cincin? Maksudnya
cincin pernikahan? Aku yakin dia memang suamiku. Shevana
mengiyakan dugaanya.
”Hey…”
Tangan laki-laki tampan itu mencoba pecahkan lamunan Shevana.
“Ini
Shevana kan?” Laki-laki tampan itu kembali bertanya kepada Shevana. Sesekali
memainkan jemarinya menandakan bahwa ia merasa tidak nyaman. Dengan sigap jari
yang sedari tadi ia mainkan melesat dekat dengan dagu seorang gadis yang tengah
mematung, entah sengaja atau tidak hampir saja menyentuh pipi merahnya. Begitu dekat.
Sangat dekat sehingga gadis itu mulai menahan napas dan menutup mata. Ia pun
tersipu malu. Oh tidak, apa yang aku lakukan kenapa aku malah menutup mata?
Apa yang kamu pikirkan Shevana sadarlah!
Bodoh. Makinya dalam hati. Segera ia menepis pikiran kotor itu.
Laki-laki
tampan itu pun tersenyum melihat tingkahnya.
“Suka ngelukis ya?” laki-laki itu kembali tersenyum.
“Eh ya…kok?”
“Tu, cat
airnya sampe gak bisa lepas didagu.” Laki-laki
itu terkekeh.
Sontak Shevana
menyingkirkan goresan cat air yang turut meriasi wajahnya.
“Haaah?!
Berarti dari tadi aku? Diruang tamu itu? Arghh…semua ini gara-gara Nadira” Ia mendengus
kesal. Bibirnya termangut.
Laki-laki
itu semakin terkekeh tak tahan melihat tingkah lucu Shevana.
“Gak
papa, cantik kok.” Ia tersenyum. Kembali memperlihatkan deretan gigi yang
tersusun rapi.
Manisnya.
Ucapnya dalam
hati. Ia tersipu malu. Semakin larut dalam cairan kebahagiaan. Laki-laki itu
tertawa kecil melihat Shevana yang masih bertahan mematung tanpa ada gerakan
sedikitpun. Ibu maafkan aku yang selalu salah paham maafkan Shevana bu. Aku
mencitainya, aku mencintainya, aku mencintainya detik ini juga.
“Kalo gitu saya pamit undur diri boleh?”
Pertanyaan
apa itu? Apakah ia meminta izin kepadaku? Apakah itu izin seorang suami kepada
istrinya? Ah sudahlah. Pikirnya.
Semakin dipikirkan jantungnya semakin berdegup kencang.
“Aaaa…..”
Tiba-tiba ia menutup wajah merahnya, dalam hitungan detik ia menutup pintu
kamar mandi dengan keras. Blugg!!!
“Fyuuuhh…hampir
saja” ia membuang napas lega.
Laki-laki
itu terkejut.
“Gadis
yang unik” ia tersenyum menatap pintu yang tertutup lantas ia melangkah pergi.
Bersambung…
*Jangan lewatkan episode 1,2 nya ya kak hiiii (Memamerkan deretan gigi)
#KMP2SMI*Jangan lewatkan episode 1,2 nya ya kak hiiii (Memamerkan deretan gigi)
#ODOPBACTH7
#KOMUNITASODOP
Oke Fix, gue jadi menerka-nerka sosok Shevana itu kalau di dunia nyata kayak siapa, begitupun dengan laki-laki berbibir tipis berdagu indah dengan bulir-bulir air yang masih tersisa itu .
BalasHapusHoalaah .. jadi penasaran loh.
hihi iya kang mangabebas berimaginasi wajah mereka seperti apa. hihi. makasih kang always stay hihi akang group mana sih kang?
BalasHapusCepet banget jatuh cintanya😁
BalasHapusAhiaaa begitulah karakter Shevana kak hiii
BalasHapus