GALERI ANAK TUKANG KAYU
Episode 2 :
Di
pertigaan jalan terlihat silau mata kendaraan roda empat membuat laju legenda
ayahku semakin kencang. Berusaha mencegat elf merah maroon. Supir elf melirik ke
arah spion, memerhatikan legenda tua ayahku yang kewalahan mengejar, akhirnya supir
elf itu pun menginjak rem. Syukurlah. Legenda
tua ayahku memang bisa diandalkan.
“Ke kota?” Tanya supir elf sambil
membantu membawa kardus miliku.
Aku mengangguk.
“Yo
naek!” teriaknya girang.
Selagi
aku sibuk mencari tempat duduk yang nyaman, ayah memarkirkan legenda tua
miliknya di salah satu rumah warga yang pintunya masih tertutup rapat. Pintu-pintu
rumah akan terbuka jika matahari sudah terasa hangatnya.
“Assalamualaikum…Assalamualakum…
Kang Iwan nitip motor” teriak ayah meminta izin pemilik rumah.
Tidak lama kemudian, terdengar suara pintu
terbuka. Rupanya itu adalah kang Iwan. Samar-samar kudengar perbincangan
keduanya, kang Iwan menanyakan seputar pendidikan yang saat ini akan kutempuh.
“Kang
hayu!” ajak sopir elf.
“Siap pir” jawab ayah. Langkah
kakinya sedikit berlari.
“Di sini Ma” tanganku menepuk
jok mobil yang sedari tadi menunggu kehadiran Ayah.
Mesin berdesing begitu gagahnya,
aroma bensin tercium begitu menyengat. Saat ini belum terasa pengap karena
sesaknya penumpang, mungkin satu atau dua jam lagi muatan elf ini akan
melampaui kapasitas. Anak sekolah, para
buruh, dan penumpang lain masih bertahan dalam sesaknya angkutan umum.
Sepanjang jalan, pikirku tertinggal
di tanah kelahiran. Sukmaku masih bersama hangatnya langit pedesaan, jauh dari kekejaman
langit ibu kota. Kebun karet yang berjejer kini tergantikan oleh gedung-gedung
pencakar langit, menyuguhkan senyum sinis seraya berkata “Selamat datang di ibu
kota anak desa”. Sungguh nyaliku menciut. Aku tak yakin akan bisa dengan mudah
beradaptasi di lingkungan baru. Tak hentinya aku memanjatkan doa, memohon kasih
sayang-Nya.
Tujuh jam perjalanan membuat
otot-ototku lelah. Merengek tak sabar. Berharap segera merebah. Bayang-bayang
tanah kelahiran seketika terhempaskan oleh ketakjupan.
Singkat cerita aku sudah sampai di
Yayasan yang memintaku untuk mengajar al-Qur’an. Subhannallah. Decak kagum
bertaburan dalam aliran darahku. Menancap hati yang gundah.
“Tolaal badru alaina…minsaniyatil
wada’….wa jaba…syukru alaina…mada’al lillahida’…” serentak anak-anak kecil
usia Sekolah Dasar (SD) menyambut hangat kedatanganku.
“Assalamualaikum Ustadzah Nafisah”
dengan langkah anggun mendekat, bersalaman, merangkul tulus. Sontak aku pun
membalas rangkulannya. Tak lupa melontarkan senyuman. Ayah tersenyum haru
merenung nasibku. Terlihat getar bibir yang senantiasa mengucap syukur.
Ustadzah? Ya Allah benarkan
panggilan ini pantas dengan pribadiku yang jauh dari teladan? Air mataku
kembali buncah.
Bersambung…
#KMP2SMI
#ODOPBACTH7
#KOMUNITASODOP
#DAY24
Inget Baaaapaaa
BalasHapusHihi. sukses kita tak luput dari perjuangannya ya kak
BalasHapus