Cinta 5%
Plak!!! tamparan dahsyat mengejutkan Lutfi
yang sedang asyik bercengkrama dengan kekasih barunya dikursi taman.
"Dasar Playboy!" seorang perempuan cantik menampar begitu keras.
Lutfi terbelalak. Banyak pasang mata memerhatikan.
Berdiri menatap penasaran.
"Asal lu tau aja ya, Si Kaprut ini tuh
cowok gua!" menunjuk ke arah perempuan disamping Lutfi yang hendak
membetulkan posisi duduk.
"Lu
bener-bener gak punya hati tau gak!" salah satu temannya membela. Lutfi terdiam.
"Bener
yang dikatakan dia?" perempuan disamping Lutfi bertanya dengan suara
sedikit tercekat. Lutfi menelan ludah. Ia memutar otak untuk mencari alasan
yang tepat.
"Enggak
bep. Dia tuh mantan aku." Lutfi membela diri.
"What? mantan?!" Sela melotot.
"Wah
gak bisa dibiarin nih." Sela memalingkan wajah. Tanpa pikir panjang Sela
menjambak rambut Lutfi. Tubuhnya dihujani pukulan bertubi-tubi.
Sela
memang terkenal dengan pukulannya yang bisa meruntuhkan susunan tulang manusia.
'Gadis besi'. Begitulah teman se-kampus menyebutnya. Tak heran jika ia hebat
dalam pertarungan sekalipun. Dengan susah payah Lutfi menjelaskan. Namun, tak
ada yang mendengar. Semakin banyak kalimat yang diungkapkan_semakin membuat
amarah dua perempuan itu meledak. Lagi-lagi ia tidak berhasil membela diri. Orang-orang
tertawa menyaksikan kejadian itu. Perasaan malu Lutfi lebih mendalam dibanding rasa
sakitnya. Lutfi mencari jalan agar bisa lolos dari cengkraman mereka.
"Oke.
Oke. Gua jelasin. Kalian tenang dulu oke." Lutfi berusaha menenangkan. Lutfi
terdiam_dadanya naik turun tak karuan.
"Gua
tuh sebenernya..." Tanpa melanjutkan kalimat selanjutnya_dengan cepat
Lutfi berhasil lari. Mereka mengejar. Lutfi menambah kecepatan.
Dilihatnya
kerumunan orang yang hendak melaksanakan shalat dzuhur_ di Mesjid An-Nur. Tanpa
ragu lagi ia pun masuk. Namun, ia tidak menuju ke barisan laki-laki. Dengan
sengaja ia mengenakan mukena yang tergeletak dibarisan perempuan paling
belakang. Untung saja saat itu para Jemaah sedang mengambil air wudhu ia bisa
leluasa memakainya. Setidaknya ia bisa mengelabui perempuan-perempuan yang
dilanda kemarahan itu. Lutfi menghela napas lega.
"Fyuh…gila
tu cewek sadis amat. Bisa penyok muka gua." Dengan napas sedikit
tersenggal. Lutfi membenarkan posisi duduknya agar tampak seperti kaum
perempuan yang lainnya. Dari arah belakang terdengar langkah pelan menghampiri.
"Maaf
mbak itu mukena saya" seorang perempuan berhijab dengan sopan meminta. Dengan
cepat Lutfi menoleh.
"Perempuan
gila itu masih ada gak mbak?" tanya Lutfi cemas.
"Astagfirullahaladzim!" Perempuan itu
terkejut.
"Yaelah
malah istighfar. Dikira gua setan apa. Nih mukenanya." Tanpa permisi Lutfi
beranjak. Perempuan itu mengangguk ragu. Raut wajahnya menyisakan keterkejutan
yang luar biasa mengetahui bahwa ia seorang laki-laki.
Esok hari. Lutfi berkumpul bersama temannya
ditempat biasa. Sebuah kedai kopi yang lumayan jauh dari kampusnya.
Berkali-kali ia bolos kuliah. Ia hanya sibuk mencari wanita untuk dipacari. Kapan
kebiasaan buruk Lutfi akan berakhir? Entahlah. Sudah hampir 6 tahun kuliah S1
nya tak kunjung usai. Ayahnya yang seorang Hakim harus menanggung malu.
"Kayaknya lu butuh bini. Biar idup lu
rapi. Haha..." salah satu temannya menyarankan.
"Somplak lu! Kuliah aja gak
tuntas-tuntas gua."
"Mau sampe kapan? sampe kakek gua
bangkit dari alam kubur?." cela Beni.
"Gimana mau tuntas. Di otaknya cewek
mulu." Sandi menambahkan. Menggelegarlah tawa mereka.
"Lu pada gak usah munafik. Eh lu pasang
telinga bae-bae ya. Pacar itu sama dengan musik. Tanpa musik lu gimana? Sunyi, hening
bro gak seru. Bener kan gua?"
"Tapi cewek lu kebanyakan"
"Cuma 5 doang gak banyak kali. Eh lu
liat dong tampang gua seganteng siapa? Charlie put aja dibawah standar
gua." Menunjuk ke arah wajahnya yang masih lebam. Temannya hanya tertawa
kecil.
"Asal lu tau aja ya shalat wajib aja ada
5. Pancasila juga 5. Nah, itu. Wajib juga hukumnya orang ganteng kayak gua
punya pacar 5. Ia gak? Haha..." Lutfi tertawa puas.
Mereka saling menatap. Beno mengerutkan dahi.
Sandi menepuk jidat. Diangkatnya bahu sebagai tanda rasa tidak mau tahu.
Dua minggu kemudian.
Sore itu matahari benar-benar kalah bersaing
dengan hujan. Mengguyur begitu derasnya seperti ditumpahkan. Semesta pun ikut
serta merasakan keganasan petir yang menyambar. Angin pun tak mau kalah. Menerobos
masuk kesetiap pori-pori tubuh seorang perempuan berhijab yang tengah berdiri
didepan perpustakaan_menunggu hujan reda. Ia mendengus pelan dan melipatkan
tangan. Dilihat jam tangan putih miliknya menunjukan pukul 17:45. WIB. Ia tidak
bisa menunggu lebih lama. Dengan terpaksa ia melangkahkan kaki hendak mencari
angkutan umum. Namun, belum lama ia berjalan dihadapannya terlihat Lutfi
mengangguk-ngangguk mendengarkan musik diponselnya. Sesekali ia menggerakan
tubuhnya mengikuti irama. Perempuan itu tertawa geli. Lewat tanpa melirik Lutfi
sambil memegang jilbabnya yang berkali-kali diterpa angin.
"Woi Mbak." Panggil Lutfi.
Perempuan itu menoleh. Lutfi terpesona
melihat kecantikannya. Bola mata yang hitam legam terpasang begitu indah dengan
pipi kemerah-merahan.
"Ya salam cantiknya." Lutfi
terperanga.
Perempuan berhijab itu menoleh.
"I..i..ini…gantungan kuncinya
jatuh." Kata Lutfi gugup sambil menyodorkan gantungan kunci yang
bertuliskan I love Allah. Dengan ragu perempuan itu mengambilnya.
"Terimakasih." Jawabnya santun.
"Iya mbak sama-sama." Lutfi
menggoreskan senyuman maut andalan untuk menggaet hati wanita yang menjadi
targetnya.
"Saya permisi. Assalamualaikum." Perempuan
itu melangkah pergi.
"Eh mbak! Namanya siapa?"
Tak ada jawaban. Perempuan itu masuk kedalam
angkutan umum. Lutfi menunjuk ke arah perempuan itu.
"Itu? Kayaknya gua pernah liat."
Diacaknya rambut yang basah kuyup terkena
hujan.
"Hemmm...kayaknya saran si Beni oke juga. Gua harus punya bini. Nah, perempuan
itu akan gua jadiin istri pertama. Kalau gua mau poligami pasti diizinin. Solehah
kan dia. Haha..." Lutfi tertawa licik.
15 menit kemudian ia sampai dirumah. Berganti
pakaian_mengangkat ponselnya _mencari
informasi tentang perempuan itu. Usahanya gagal. Tak ada yang mengetahui siapa perempuan
itu.
"Gua harus cari langsung."
Semangat 45. Itulah yang dirasakan Lutfi. Menancap
gas mobil_ mencari dengan teliti. Usahanya berhasil. Ia menemukan perempuan itu
disebuah kostan putri hendak membeli sate. Mengenakan jilbab biru tua dengan
dress panjang melekat ditubuhnya yang ramping. Lutfi menghampiri.
"Hay." sapa Lutfi sumringah. Menampilkan sisi so ganteng dengan tangan yang
masih didalam saku. Perempuan itu tersenyum lembut. Temannya menyikut
memberikan kode pertanyaan.
"Em anu gua...eh maksud saya…saya mau
minta maaf." Lutfi tersenyum.
"Untuk apa?"
"Kejadian tempo hari itu"
Perempuan itu menebak-nebak.
"Dimesjid, mukena…ya itu." Lutfi mulai
canggung.
"Em...itu iya gak papa." Jawab
perempuan itu singkat.
"Sekali lagi gua minta maaf." Lutfi
menyodorkan tangan bermaksud untuk bersalaman. Perempuan itu menyambut
salamannya tanpa bersentuhan. Lutfi menjadi salah tingkah.
"Em…BTW nama kamu siapa?"
"Nama saya..." belum selesai
menjawab Ibu kost memanggil. Menyuruhnya untuk segera masuk.
"Maaf. Permisi. Assalamualaikum." Sambil
menutup pagar.
"Hem? Eh…eh…tapi..tapi..arrgh
sial!" Lutfi membanting kaleng dengan keras.
Setelah pertemuan singkat itu Lutfi tak
pernah lagi menjumpai perempuan itu. Ia semakin tertarik dan penasaran. Berhari-hari
Lutfi mencari keberadaannya. Karena, terlalu sibuk mencari perempuan itu Lutfi
tidak lagi memerhatikan ke-5 pacarnya itu. Entah berapa ribu panggilan. Lutfi
tak peduli. Belakangan ini Lutfi sering mengunjungi mesjid An-Nur. Ia sangat
malu atas kejadian waktu itu.
"Bodoh!" Lutfi menyalahkan diri.
Beberapa orang ditanyainya. Tapi, tak kunjung
menemukan jawaban. Ibarat kutu boleh ditelisik. Rasa penasaran itu berubah
menjadi cinta_sebuah cinta yang menggila. Entah berapa ribu orang ditanyai.
Lima bulan lamanya ia terus menanti kehadiran
pujaan hati. Bayang-bayang sepanjang badai. Ia tidak bisa melupakan perempuan
itu.
"kakak nyari siapa sih? Tiap hati kesini"
tanya gadis kecil mengejutkan Lutfi.
"Kakak sedang mencari bidadari
berhijab."
Gadis kecil itu memasang raut wajah
kebingungan.
"Huooo...itu soal gampang kak, syaratnya
kakak harus meninggal dulu. Baru deh ketemu." Gadis kecil itu menyarankan.
"Yaelah ni bocah. Kakak lagi nyari
perempuan cantik, solehah yang sering shalat disini. Ditasnya ada gantungan
kunci bertuliskan 'I love Allah' adek tau gak?"
"Oh." Jawabnya singkat.
"Eh dasar lu bocah ya. Buang waktu
aja." Lutfi melangkah pergi.
"Aku tau kok dimana kakak itu"
Lutfi berbalik kembali menghampiri gadis
kecil itu.
"Adek manis tau?"
"Tau"
"Dimana?"
"Gak mau ngasih tau"
"Loh? Kenapa?"
"Kakak orang jahat. "
"Ya salam ni bocah bener-bener ya."
Lutfi memalingkah wajah.
"Oke adek manis yang cantik kakak minta
maaf. Nah, sekarang dimana dia? ayo katakan nanti kakak beliin ice cream mau
kan?"
"Gak mau! Bosen!"
"Hah? Ssyiit" Lutfi kesal.
"Aku akan kasih alamatnya kalo kakak
bisa baca doa sebelum tidur"
"Hah? Yaelah haha...Eh dek ngeledek?"
"Enggak, ayo baca"
"Iya iya. Allahu...ma..laka..laka..sumtu...kelanjutannya
apa ya? lupa gua"
"Udah kak jangan dilanjutin".
"Kenapa?"
"Doanya salah."
"Hah? Cape-cape gua mikir salah."
"Hemh...ya udah ini alamatnya." Tangan
kecilnya mulai menulis.
Gadis itu memberikan alamat kepada Lutfi. Dengan
cepat Lutfi menjalankan mesinnya. Dua Jam berlalu, tetapi ia belum menemukan
titik temu.
Semilir angin timur seolah-olah memberikan
isyarat untuk menunjukan keberadaan perempuan itu. Dilihatnya sebuah bangunan
sekolah dasar yang belum usai, jendela-jendela yang masih tanpa kaca, pintu-pintu
belum terpasang, lantai yang masih beralaskan tanah. Langkah kakinya terdorong
untuk masuk ke dalam ruangan kelas yang tampak lengang. Ia terduduk lesu.
Luthfi menyerah.
"Ya Tuhan sesulit inikah? Gua cuma mau
tau namanya aja susahnya minta ampun dah. Apalagi ketemunya? Badan gua udah
ringsek gini juga. Please Tuhan bantu gua. Gua janji dah gua bakalan tobat kalo
gua berhasil dapetin tu cewek." secara spontan lutfi mengucapkan kalimat
itu. Tangannya memukul dinding yang kokoh.
"Assalamualaikum. Permisi.Ada yang bisa
saya bantu?"
Dengan cepat Lutfi menoleh. Ia terkejut melihat
perempuan yang dicarinya berdiri tegak disamping. Dengan sigap ia berkata.
Berdiri dengan percaya diri.
"Aku ingin melamarmu."
Perempuan itu mengerutkan dahi. Perempuan itu
terdiam sejenak.
"Aku bukanlah orang yang setia dalam
satu cinta" Jawabnya lembut.
Lutfi melongo.
Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Masa cewek solehah doyan poligami?"
Gerutunya.
"Gua bersedia dipoliandri ." Jawab
Lutfi sigap.
Perempuan itu tersenyum.
Yaelah...tadinya kan gua yang mau poligami, ini?
Malah gua. Ucap Lutfi dalam hati.
"Maksud cinta saya terbagi-bagi yaitu, cinta
untuk Rasulullah, cinta untuk Al-Qur'an, cinta untuk orangtua saya, Hanya
sekitar 5% untuk hamba-Nya. Karena, cinta kepada Allahlah yang tak bisa saya
bagi dengan apapun dan siapapun."
Jawab perempuan itu dengan penuh keyakinan. Lutfi tercengang, tertunduk malu.
"Kalo gitu kita ta'arufan aja. Ayolah
gua akan berubah demi lu. Lu bakalan beruntung dapetin cowok setampan
gua."
"Datanglah kerumahku, bicaralah pada
ayahku" kata perempuan itu.
"Oke" Lutfi mengikuti langkahnya
dari belakang.
Tidak membutuhkan waktu lama sampailah Lutfi
dirumah perempuan itu.
"Silahkan duduk" Perempuan itu
mempersilahkan Lutfi duduk dikursi luar. Perempuan itu hendak memanggil
ayahnya.
"Gua mesti ngomong apa sama bapaknya? Gua
kan mau nikah sama anaknya, kenapa mesti ngomong sama bapaknya dulu?"
"Ohok..ohok..."batuk ayah perempuan
itu mengejutkan Lutfi.
"Ada perlu apa nak?"
Lutfi menoleh. Menatap sosok didepannya.
"Oh my god dosen pembimbing gua." Lutfi
keceplosan.
"Kenapa nak Lutfi?"
"Em hehe..enggak pak ah sibapak" Lutfi
berusaha mencairkan suasana.
"Denger-dengen nak Lutfi ini mau
ngelamar putri bapak begitu?"
"Ohok..ohok.." Lutfi terbatuk.
"Rupanya batuk saya menular ya"
"Enggak pak. Em hehe...i..i..iya pak
saya ma..ma..u ngelamar putri bapak" jawab Lutfi gugup.
"Boleh saja" jawab ayah perempuan
itu santai.
"Serius pak? yeah! Bapak memang tidak
salah pilih mantu pak. Choise is true pak. Haha..." wajah pongahnya
kembali bersinar.
"Tapi..."
Tawa Lutfi terhenti.
"Loh kok pake tapi segala Pak? Pak saya
bisa bahagiain anak bapak dengan uang saya. Tenang aja."
"Bahagia tidak selamanya bisa didapatkan
dengan uang Lutfi"
"Lalu? Saya mau ta'aruf Pak bukan
pacaran"
"Sebelum berta'aruf dengan putri saya, sudahkah
nak Lutfi berta'aruf
dengan Allah?"
"Oh itu si udah Pak. Hehe"
Ayahnya menghela napas.
"Saya akan terima kamu sebagai menantu
saya jika..."
"Ya ampun pak ada syaratnya?" Lutfi
memotong perkataan dosennya itu.
"Saya akan terima kamu menjadi menantu
saya jika kamu sudah lulus S3"
"Hah?! S3? ya ampun Pak…Pak.. ketuaan
kali Pak"
"Shalatmu, sikapmu dan sekolahmu nak
Lutfi" jawab ayah perempuan itu bijak.
Lutfi tidak bisa berkata lagi. Ia tertunduk. Usahanya
kali ini tidak berhasil. Dibalik kaca jendela_tidak sengaja ia melihat foto
wisuda perempuan itu, bertuliskan 'Sabila Raudhatul Jannah' lulusan terbaik
universitas Al-Ahzar Kairo. Akhirnya, Lutfi mengetahui nama pujaan hatinya itu.
Lutfi tertunduk malu. Ia menyadari betapa bodohnya ia selama ini. Lutfi semakin
bertekad untuk berubah demi cinta yang ingin dimilikinya.
#KMP2SMI
#KOMUNITASODOP
#ODOPBACTH7